Pertamina EP Pakai Teknologi Ramah Lingkungan di Matindok

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 07 Jun 2016 07:03 WIB
Pertamina EP melakukan oksidasi dengan bantuan bakteri untuk mengonversi H2S menjadi elemental sulfur yang lebih ramah lingkungan dibandingkan zat kimia.
Pertamina EP melakukan oksidasi dengan bantuan bakteri untuk mengonversi H2S menjadi elemental sulfur yang lebih ramah lingkungan dibandingkan zat kimia. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina EP menggunakan teknologi ramah lingkungan untuk menggarap Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Pertamina EP melakukan oksidasi dengan bantuan bakteri untuk mengonversi hidrogen sulfida (H2S) menjadi elemental sulfur yang lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan zat kimia.

“Keberadaan Bioreactor tersebut merupakan bagian dari fasilitas produksi pengolahan asam sulfat (H2S) menjadi sulfur. Sampai sekarang Pertamina EP merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang menggunakan teknologi oksidasi dengan bantuan bakteri,” ujar Project Controller Proyek Pengembangan Gas Matindok M Rully Yasradi dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (7/6).

Proyek Pengembangan Gas Matindok yang berlokasi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, terdiri atas Central Processing Plan (CPP) Donggi dan CPP Matindok. Menurut Rully, Bioreaktor digunakan untuk dua CPP tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengembangan gas di Sulawesi Tengah merupakan proyek yang penting karena akan mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara pengekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) terbesar di dunia. Pembangunan PPGM diyakini bakal meningkatkan kontribusi sektor migas dalam menyumbang devisa bagi negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi bahan bakar minyak dalam negeri.

CPP Donggi sejak Mei tahun ini mulai menyalurkan gas sebanyak 50 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) kepada PT Donggi Senoro LNG (DSLNG). Gas ini berasal dari delapan sumur di struktur Donggi. Ke depan, CPP Donggi masih dimungkinkan untuk mendapatkan gas dari struktur Minahaki. Pembangunan CPP Donggi menghabiskan anggaran sekitar US$300 juta tersebut dilakukan PT Rekayasa Industri (Rekind) sejak 2012.

“Pembangunan fasilitas produksi sudah 98,83 persen. Akhir tahun ini diperkirakan sudah full operated oleh Pertamina EP,” tutur Rully. Dia menambahkan proses pembangunan CPP Donggi tersebut melibatkan sedikitnya 2 ribu orang tenaga lokal yang berasal dari Kabupaten Banggai.

Sementara pembangunan CPP Matindok dengan kapasitas 55 MMSCFD sejak 2014 digarap kontraktor konsorsium PT Wijaya Karya (Wika) dan PT Technip Indonesia . Proyek senilai US$234 juta tersebut diperkirakan baru akan beroperasi (on streaming) pada kuartal IV 2016. Menurut Rully, dari 55 MMSCFD gas yang dihasilkan CPP Matindok sebanyak 35 MMSCFD akan disalurkan kepada Donggi-Senoro LNG dan 20 MMSCFD sisanya untuk PT PLN (Persero).

Selain berperan dalam ketahanan energi nasional, Proyek Pengembangan Gas Matindok secara langsung telah berkontribusi pada pembangunan daerah. Saat ini, tercatat sedikitnya total 68 orang tenaga operator yang berasal dari Kabupaten Banggai. Dari 68 orang tersebut, sebanyak 36 orang bekerja sebagai operator di CPP Donggi, dan 32 orang sisanya bekerja sebagai operator di CPP Matindok. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER