Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap akan merampungkan penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2016-2025 meski PT PLN (Persero) tidak sanggup merealisasikan 25 persen pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Alihuddin Sitompul, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketanagalistrikan Kementerian ESDM mengatakan, pembahasan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025 sudah hampir selesai dan tinggal menunggu persetujuan dari Menteri ESDM Sudirman Said. Finalisasi RUPTL diharapkan bisa selesai pada bulan ini agar investasi-investasi ketenagalistrikan bisa segera dilaksanakan.
Namun, ada kabar negatif di tengah finalisasi RUPTL tersebut. Alihuddin mengungkapkan PT PLN (Persero) menyatakan tidak bisa mengikuti ketentuan penggunaan EBT, yang porsinya ditetapkan sebesar 25 persen dalam megaproyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW). Perusahaan listrik pelat merah itu hanya menyanggupi pemanfaatan EBT dalam pembangkitnya sebesar 19,56 persen dari kebutuhan listrik saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, lanjutnya, porsi 25 persen untuk pembangkit listrik berbasis EBT tetap diperhitungkan dalam RUPTL agar ada peran pengusahaan swasta di dalamnya.
"Sebetulnya itu upaya pemerintah kan demi untuk mendukung energi baru terbarukan. Tidak bisa semata-mata semua diserahkan ke PLN. Kami tetap upayakan 25 persen agar swasta ada yang masuk karena kami sadar PLN tak bisa berjalan sendiri dalam EBT ini," jelas Alihuddin kepada
CNNIndonesia.com saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (7/6).
Sejauh pembahasan itu berjalan, jelasnya, PLN tidak menolak usulan porsi EBT tersebut. Apabila memang porsi EBT tak terpenuhi, Kementerian ESDM juga setuju jika PLN menutupi kebutuhan tersebut dengan pembangkit gas bumi.
Selain itu, ia mengatakan angka porsi pembangkit EBT sebesar 25 persen juga bukanlah hal mutlak yang sangat mengikat. Karenanya, pengadaan pembangkit EBT sebesar 25 persen tetap dijalankan meski kemampuan PLN saat ini masih belum memadai.
"Upaya menggunakan EBT itu harus dikejar agar bauran bisa sesuai. Tapi kalau pengadaannya terlambat, ya tentu jangan ditunggu-tunggu karena listrik itu kebutuhan, bisa dari mana saja sumbernya. Namun, lebih baik jika sumber itu memiliki keberlangsungan energi yang lama," jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah sudah menyepakati bauran energi di dalam revisi RUPTL, dengan komposisi pembangkit listrik tenaga gas mengambil porsi 25 persen, EBT sebesar 25 persen, pembangkit listrik tenaga batubara sebesar 50 persen.
(ags/gen)