Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik rumitnya proses pembebasan lahan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah. Proyek pembangkit berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt (MW) yang seharusnya dikerjakan sejak 2011 lalu, sempat terhenti empat tahun lamanya karena masalah pembebasan lahan.
“Administrasi memang rumit, bertele-tele. Itu yang menyebabkan lama,” ujar Jokowi di Istana Negara, Kamis (9/6).
Mantan Gubernur DKI Jakarta sempat menjanjikan dapat menyelesaikan masalah pembebasan lahan dalam enam bulan saat dirinya belum lama dikukuhkan sebagai pemimpin negeri. Namun nyatanya, masalah lahan baru diselesaikan tahun lalu ketika dirinya menyambangi lokasi pembangunan PLTU Batang pada Agustus 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek dengan nilai investasi US$4,2 miliar setara dengan Rp60,06 triliun ini menjadi skema kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) terbesar untuk memenuhi target megaproyek pengadaan listrik 35 ribu MW.
"Ini adalah proyek besar yang memberikan pesan, pemerintah akan ikut campur menyelesaikan masalah untuk kepentingan rakyat," kata dia.
Karenanya, Jokowi meminta proyek yang akan berdiri di atas lahan seluas 226 hektare ini bisa selesai pada 2019. Pasalnya, kepastian penyelesaian proyek investasi asing menyangkut reputasi pemerintah dalam menyelesaikan masalah.
"Kalau ini tidak selesai, investor juga mikir-mikir," ucapnya.
Selain itu, percepatan juga diperlukan karena meningginya kebutuhan listrik setiap tahun. Dia mengingatkan listrik tidak hanya menjadi kebutuhan industri besar, tetapi juga industri kecil.
"Kalau listrik kurang, byar pet, itu anak-anak belajar di malam hari tidak termotivasi. Jangan dianggap enteng," tutur Jokowi.
Untuk itu, Jokowi meminta anak buahnya turun langsung ke lapangan untuk melihat permasalahan yang ada dalam proses pembangunan PLTU Batang.
Jokowi juga tidak ingin ada investor sektor ketenagalistrikan yang mengalami penundaan dalam melakukan konstruksi hanya karena perizinan dari pemerintah pusat dan daerah. Ia meminta pengurangan perizinan pembangkit listrik dari 59 izin menjadi 22 izin bisa diimplementasikan di lapangan.
“Peraturan Daerah yang menghambat juga harus dihapus. Percuma Pemerintah Pusat sudah mengurangi, tetapi di daerah ada Peraturan, Perizinan, Restitusi, jadi sama saja," katanya.
Pagi tadi, Jokowi menyaksikan peresmian
financial closing PLTU Batang antara Kementerian Keuangan, PT PLN (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, PT Bhimasena Power Indonesia, dan Japan Bank for International Cooperation.
Bhimasena Power merupakan perusahaan konsorsium yang memenangkan lelang proyek PLTU Batang. Kepemilikannya terdiri dari Adaro Energy sebesar 34 persen, J-Power 34 persen, dan Itochu 32 persen. Proyek ini bakal didanai Sumitomo Mitsui Banking Corporation dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
(gen)