Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus di angka US$375,5 juta setelah membukukan ekspor di angka US$11,51 miliar dan impor di angka US$11,14 miliar. Hal ini mengakibatkan surplus perdagangan Indonesia antara Januari hingga Mei 2016 sebesar US$2,7 miliar.
Ekspor Indonesia pada Mei 2016 terdiri dari ekspor migas sebesar US$0,96 miliar atau meningkat dari bulan sebelumnya sebesar US$0,89 miliar. Sementara, ekspor non migas sendiri malah turun dari US$10,58 miliar pada April menjadi US$10,55 miliar di bulan lalu.
Suryamin, Kepala BPS menjelaskan, kenaikan ekspor migas ini dikontribusi dari komoditas gas alam (
Liquefied Natural Gas/LNG) yang mengalami peningkatan berkali-kali lipat secara bulanan (
month-to-month) dari US$0,1 juta di April 2016 menjadi US$2,6 juta di bulan berikutnya. Akibat hal ini, ekspor asal Sulawesi Tengah yang kebanyakan berupa gas, meningkat 345,1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami lihat migas ini pertumbuhannya cukup baik antar bulan, khususnya untuk gas. Namun, sayangnya, untuk minyak mentah Indonesia masih defisit sekitar US$329,1 juta, sehingga pertumbuhan ekspor migas hanya 0,31 persen secara bulanan," jelas Suryamin, Rabu (15/6).
Meski neraca minyak mentah defisit, Suryamin menerangkan, sebetulnya, ekspor minyak mentah tercatat meningkat
month-to-month 30,22 persen menjadi US$432 juta. Namun, impornya juga melambung hingga sebesar US$761,1 juta.
"Ekspor minyak mentah meningkat, karena ada perbaikan harga minyak dunia. Kan pada bulan Mei lalu
Indonesian Crude Price (ICP) meningkat 5 persen," jelasnya.
Meski mengalami pertumbuhan signifikan, nyatanya ekspor migas bukan penyumbang ekspor terbesar. Porsi ekspor terbesar didominasi oleh lemak dan minyak hewan nabati dengan nilai US$1,35 miliar atau sebanyak 12,93 persen dari total ekspor di Mei 2016.
Sementara itu, impor di Mei 2016, terdiri dari impor migas sebesar US$1,67 miliar dan non-migas sebesar US$9,47 miliar. Secara total, impor Indonesia melonjak 2,98 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau lebih besar dibanding pertumbuhan ekspor bulanan sebesar 0,31 persen.
Namun, berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, impor peralatan mesin dan peralatan mekanik malah turun 7,45 persen dari US$1,73 miliar di bulan April ke angka US$1,6 miliar di bulan Mei. Melihat hal ini, ia khawatir akan adanya perlambatan di dalam belanja modal dalam negeri yang artinya ada perlambatan pada realisasi investasi riil.
"Kendati demikian, nilainya masih menjadi penyumbang impor terbesar, yaitu 17,95 persen dari semua total impor bulan Mei," imbuh Suryamin.
Meski mencatat surplus, Suryamin mengungkapkan, kondisi ini masih belum baik dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang dimilikinya, ekspor sepanjang Januari hingga Mei 2016 tercatat sebesar US$56,59 miliar atau lebih kecil dibanding tahun sebelumnya US$64,91 miliar.
"Dan ini diperlukan upaya pemerintah agar kinerja ekspor bisa sama seperti dulu. Mungkin pembukaan pasar ekspor baru bisa menjadi pilihan solusi," pungkasnya.
(bir/gen)