Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 31 diler mitra penyalur mobil merek Ford menagih penjelasan PT Ford Motor Indonesia (FMI) terkait karut marut operasional diler setelah pengumuman penutupan operasional FMI di Tanah Air pada 25 Januari 2016 lalu.
Harry Ponto, Kuasa Hukum 31 diler tersebut mengungkapkan, pemilik diler merasa diperlakukan tidak adil, karena dipaksa memberikan pelayanan purnajual (
aftersales) tanpa waktu yang jelas di tengah penghentian operasional FMI. Ini membuat pengusaha diler terus merugi.
"Ini yang kami sayangkan, tiba-tiba mendadak sekali penutupan Ford tersebut, lalu bagaimana dengan purnajualnya? Ini kan pelecehan terhadap pengusaha nasional. Apalagi setelah penutupan operasi, FMI mengatakan sudah memutuskan hubungan dengan para diler," ujar Harry, Senin (27/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan sehari setelah mengumumkan penutupan operasi, FMI mengajak para diler bertemu dan menjanjikan kehadiran penerus FMI dalam mengatur layanan purnajual. Kala itu, FMI menawarkan diler-diler tersebut untuk mengikuti lelang penunjukkan layanan purnajual yang rencananya bisa dilaksanakan pada tahun ini.
Awalnya, diler mengira penunjukkan ini dilakukan Juli mendatang. Namun, nyatanya sampai sekarang beauty contest yang dijanjikan urung dilaksanakan, bahkan terancam mundur hingga Maret 2017 mendatang. Tak heran apabila pengusaha diler berang dengan janji manis FMI.
Andee Youstong, Ketua Konsorsium 31 diler Ford menerangkan, penundaan ini membuat keuangan 31 diler mitra Ford menjadi merah. Karena, di satu sisi, diler ini masih harus melayani purnajual konsumen, namun di sisi lain tidak bisa menjual unit mobil.
"Alhasil ya kami tetap berjualan seperti biasa, klaim-klaim garansi tetap kami jalankan, kami masih berbisnis sebagai mestinya. Tetapi kalau masalah kerugian, ya kami rugi sekali. Apalagi, tidak jelas kapan
beauty contest layanan purnajual ini akan segera selesai," katanya.
Menurut Andee, sebetulnya, akan lebih efektif jika para diler ini dijadikan penanggungjawab layanan purnajual dan servis resmi FMI. Usulan ini, kata Andee, sudah diajukan ke FMI, namun sampai saat ini pihak terkait belum memberi tanggapan.
Makanya, Andee menegaskan, konsorsium 31 diler mitra Ford hanya meminta kejelasan kontrak yang menjamin bahwa FMI menetapkan konsorsium diler sebagai penanggungjawab layanan dan purnajual resmi Ford di Indonesia.
"Selama kami masih bisa buka kan oke, tetapi bahkan sampai saat ini masih belum ada pembicaraan lagi. Sejauh ini yang masih kami lakukan adalah tetap melayani konsumen, karena meski penanggungjawabnya belum ada, kami mau menjaga citra baik diler di mata konsumen," jelas Andee.
Sebagai informasi, FMI sebelumnya berjanji akan menggodok mekanisme pengadaan layanan purnajual resmi setelah tidak menyandang nama Ford lagi. Ia berharap, bentuk usaha serta mekanisme layanan purnajual yang baru ini bisa selesai disusun pada pertengahan tahun ini.
"Di sela-sela waktu itu, kami bisa mengomunikasikan apa yang terjadi kepada konsumen kami. Dalam jangka beberapa bulan ke depan, memang perusahaan akan melakukan serangkaian proses transisi sebelum benar-benar berhenti menjelang akhir tahun," terang Lea Kartika, Direktur Komunikasi FMI, beberapa waktu lalu.
Ford Motor Co sendiri telah mengumumkan penghentian kegiatan operasionalnya di Indonesia dan Jepang tahun ini. Perusahaan otomotif asal Amerika itu menyatakan, keputusan tersebut diambil setelah manajemen melihat sudah tidak ada lagi peluang untuk memperoleh keuntungan di kedua negara akibat terus menyusutnya pangsa pasar penjualan.
Ford masuk ke Indonesia pada 2002 silam dan mengoperasikan 44 diler sampai akhir tahun lalu. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan Ford hingga akhir tahun 2015 tercatat sebanyak 6.103 unit atau 0,59 persen dari penjualan mobil nasional sebesar 1.031.422 unit.
(bir/gen)