Kekhawatiran Brexit Muncul, Harga Minyak Dunia Anjlok

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Rabu, 06 Jul 2016 08:55 WIB
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dinilai akan memperlambat ekonomi global, sehingga permintaan energi mungkin tumbuh lemah.
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dinilai akan memperlambat ekonomi global, sehingga permintaan energi mungkin tumbuh lemah. (REUTERS/Sergei Karpukhin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia jatuh hampir 5 persen pada perdagangan Selasa (5/7) karena investor khawatir bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) akan memperlambat ekonomi global, sehingga permintaan energi mungkin tumbuh lemah.

Seperti dilansir Reuters, kekhawatiran Brexit memukul pasar properti Inggris dan menjatuhkan pound sterling ke level terendah dalam 31 tahun. Sementara data ekonomi China dalam beberapa pekan mendatang kemungkinan menunjukkan perdagangan dan investasi yang lemah.

Para pedagang juga mengutip data dari perusahaan intelijen pasar, Genscape, yang menunjukkan adanya tambahan 230.025 barel pada hub penyimpanan di Cushing, Oklahoma untuk minyak mentah berjangka AS, selama seminggu sampai 1 Juli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada risiko pelemahan perdagangan di seluruh papan. Saham, komoditas, pound sterling semua melemah, sementara obligasi AS dan T-bills melonjak," kata David Thompson, wakil presiden eksekutif broker komoditas Powerhouse di Washington.

Harga minyak Brent berjangka turun US$2,14 atau 4,3 persen ke level US$47,96 per barel, sedangkan minyak mentah AS turun US$2,39 atau 4,9 persen, menjadi berakhir pada US$46,60.

Di sisi lain, sebenarnya harga minyak naik hampir 80 persen dari posisi terendah 12-tahun dari sekitar US$27 untuk Brent dan US$26 untuk minyak mentah AS pada kuartal pertama. Penguatan itu didorong oleh penurunan pasokan dari Kanada hingga Nigeria.

Namun, pemulihan parsial dalam produksi minyak di Nigeria membantu meningkatkan produksi minyak mentah negara-negara pengekspor minyak (OPEC) pada bulan lalu.

"Peningkatan produksi OPEC mengancam rebalancing yang diantisipasi oleh pasar global," kata Tim Evans, spesialis energi berjangka Citi Futures di New York.

Di Libya, di mana produksi minyak telah melambat akibat konflik, perusahaan minyak nasional setuju untuk bergabung dengan rival domestik, meningkatkan harapan anggota OPEC bisa mulai untuk memompa lebih banyak. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER