Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) siap mengakomodasi keinginan PT Pertamina (Persero) untuk meminta payung hukum agar bisa berinvestasi setahun lebih cepat di blok Mahakam. Namun Kementerian ESDM meminta Pertamina mengajukan rencana itu ke Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) sebelum dibantu lembaga yang dikomandani Sudirman Said tersebut.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, instansinya menyambut baik keinginan Pertamina selama itu bisa membantu percepatan masa transisi pengelolaan blok Mahakam. Ia hanya berharap, upaya Pertamina ini benar-benar bisa mengantisipasi turunnya produksi blok Mahakam selama masa peralihan pengelolaan dari operator sebelumnya, Total E&P Indonesie.
Sebagai informasi, produksi minyak blok Mahakam tercatat sebesar 62.400 barel per hari (bph) hingga akhir Mei 2016. Angka ini lebih besar dari
Work Program and Budget (WP&B) 2016 sebesar 55.720 bph.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, produksi gas blok Mahakam hingga Mei 2016 tercatat sebesar 1.583 MMSCFD, atau lebih besar dari target WP&B sebesar 1226,74 MMSCFD.
"Kalau Pertamina minta regulasi khusus, harusnya Pertamina minta ke SKK Migas, lalu dari sana diberikan ke Kementerian ESDM. Jika nanti peraturan SKK Migas belum kuat untuk memperbolehkan Pertamina masuk ke blok Mahakam lebih cepat, maka kami akan lihat, apakah dari pihak kami bisa mengeluarkan regulasi khusus," ujar Wiratmaja, Selasa (12/7)
Namun, Wiratmaja enggan menjawab perusahaan mana yang bisa melakukan investasi selama masa transisi pengelolaan blok Mahakam, mengingat itu sudah masuk ranah KKKS dengan SKK Migas. Ia percaya antara Pertamina dengan Total bisa membicarakan hal itu dengan baik.
Investasi ke TotalMelengkapi ucapan Wiratmaja, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, Pertamina menyerahkan eksekusi investasi kepada Total mengingat perusahaan minyak asal Perancis itu memiliki jangka waktu kontrak hingga akhir 2017. Dalam hal ini, tambahnya, Pertamina hanya mempercayakan dana investasinya kepada Total sepenuhnya untuk menjaga produksi di blok Mahakam.
Namun selain masalah payung hukum, upaya itu masih terganjal satu hal lain, yaitu masalah pembukuan atau akuntansi proyek. Menurut Syamsu, tidak mudah menyeleraskan proses akuntansi dana investasi Pertamina, namun dengan eksekusi yang tetap dilakukan oleh Total.
"Jika memang maunya seperti itu, maka kami harus mengubah Pedoman Tata Kerja (PTK) blok Mahakam. Bagaimana cara menyesuaikannya, ya itu nanti ke SKK Migas," jelas Syamsu.
Jika semuanya telah disetujui, Pertamina rencananya hanya akan melakukan investasi di pengeboran (
drilling) dan
workover services, yang bertujuan untuk menjaga
declining rate produksi gas per hari sebesar 1 TCF. Ia juga menyebut perusahaan sudah memiliki dana yang diperlukan dengan kisaran US$1,5 miliar hingga US$2 miliar.
"Dan tentu saja setelah PTK ini direvisi, akan kami ajukan di WP&B 2017. Sampai sejauh ini WP&B-nya masih disusun, karena akan kami kirimkan ke SKK Migas pada akhir tahun ini," terangnya.
Sebelumnya, Pertamina mengatakan membutuhkan payung hukum agar bisa berinvestasi di blok Mahakam pada 2017, atau setahun lebih cepat dari alih kelola resmi yang dijadwalkan pada tahun 2018. Pasalnya, Tota baru mengizinkan investasi dini Pertamina jika ada peraturan yang memperbolehkan hal tersebut.
Pengelolaan blok Mahakam oleh Total dimulai sejak tahun 1968 dengan menggandeng mitra perusahaan asal Jepang, Inpex Corporation. Kedua perusahaan masing-masing mengempit hak partisipasi sebesar 50 persen.
Setelah masa kontrak habis di tahun 2017, Pertamina akan berperan selaku operator baru Blok Mahakam dengan kepemilikan 100 persen. Dalam hal ini, Pertamina bisa memberi hak partisipasi minoritas dengan nilai maksimal 30 persen kepada Total dan Inpex sesuai dengan syarat dan ketentuan pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Mahakam pasca 2017.
(gen)