Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah tahun depan ada di kisaran Rp13.300 hingga Rp13.600 per dolar Amerika Serikat (AS). Proyeksi itu menguat dari perkiraan BI sebelumnya Rp13.600 hingga Rp 13.900 per dolar, sekaligus lebih kuat dibandingkan asumsi makro APBNP 2016 sebesar Rp13.500 per dolar.
"Pada 2017, saat ini kami perkirakan ada di kisaran Rp13.300 sampai dengan Rp13.600 per dolar," tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (14/7).
Menurut Agus, kurs rupiah tahun ini bergerak lebih stabil dibandingkan tahun lalu. Tren penguatan rupiah mulai terjadi. Salah satunya disebabkan oleh berlakunya program pengampunan pajak. Program tersebut memberikan insentif bagi pemohon yang melakukan repatriasi dana berupa tarif tebusan yang lebih rendah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan disahkannya Undang-undang Pengampunan Pajak kepercayaan terhadap prospek makroekonomi ke depan semakin meningkat," ujarnya.
Hal itu juga didukung oleh sentimen positif pasar melihat perkembangan positif perekonomian, level inflasi yang terjaga, dan sehatnya tingkat defisit transaksi berjalan. Selain itu, risiko di pasar keuangan global juga mereda.
Tahun depan, BI memperkirakan kurs rupiah juga akan bergerak stabil. Aliran dana repatriasi dari program
tax amensty diperkirakan akan mendongkrak suplai valuta asing dan memberikan dampak positif pada pergerakan kurs rupiah terhadap dolar.
Hal itu juga ditopang oleh prospek perekonomian domestik seiring percepatan reformasi struktural dan masuknya aliran modal asing untuk investasi.
Kendati demikian, beberapa risiko tetap perlu diwaspadai tahun depan. Risiko itu berasal dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dan perkembangan perekonomian China.
Sementara, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyampaikan asumsi nilai tukar Rupiah tahun depan ada di kisaran Rp13.650-13.900 per dolar. Asumsi tersebut sama dengan usulan awal yang disampaikan pada Mei lalu.
"Alasannya, tahun depan ada kemungkinan kenaikan tingkat bunga The Fed (Bank Sentral AS) yang bisa mempengaruhi pada apresiasi dolar atau sebaliknya depresiasi pada mata uang lain, termasuk rupiah," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Sebagai informasi, hari ini, kurs referensi Jakarta
Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) mencatat nilai tukar rupiah ada di level Rp13.088 per dolar atau mengalami apreasiasi 5,8 persen dari kurs awal tahun yang tercatat Rp13.898 per dolar.
Kekhawatiran JokowiSementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku pemerintah telah mengantisipasi penguatan nilai tukar rupiah sebagai dampak dari derasnya arus modal yang masuk berkat kebijakan pengampunan pajak. Menurutnya, jika rupiah terlalu kuat maka daya saing produk ekspor Indonesia akan terganggu.
Menurutnya, saat ini banyak negara yang berlomba-lomba melemahkan nilai mata uangnya sehingga produk ekspornya bisa bersaing. Namun, Jokowi menyebut pemerintah tidak akan banyak mengintervensi penguatan nilai tukar rupiah tersebut melainkan akan banyak mencari cara agar dana hasil repatriasi bisa tersalurkan dalam bentuk kredit bagi pelaku industri.
“Bisa ke sektor riil, bisa juga untuk infrastructure bond yang bersifat jangka panjang. Terserah Wajib Pajak nanti mau masuk kemana. Pokoknya instrumen investasi jangka pendek sampai panjang kami siapkan,” katanya.
(gen)