Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam waktu dekat ini akan menerbitkan sejumlah peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 tentang Pengampunan Pajak.
Secara resmi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut belum terbit, namun draft peraturan tersebut (tanpa nomor) sudah beredar di kalangan pemerhati pajak, yang salinannya diterima CNNIndonesia.com, Selasa (19/7). PMK tersebut terdiri dari 26 bab dan 51 pasal.
Garis besar dari draft PMK tersebut, tidak banyak berbeda dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak (
tax amnesty). Namun, ada beberapa penekanan teknis yang mengatur lebih spesifik mengenai kriteria pajak dan skema amnesti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pasal 2 draft PMK tersebut dijelaskan, setiap Wajib Pajak (WP) berhak mendapatkan amnesti pajak selama memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) dan tidak sedang berperkara di pengadilan terekait pidana pajak.
Perkara hukum yang menganulir WP untuk bisa mendapatkan
tax amnesty antara lain, sedang dalam proses penyidikan dan berkasnya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, dalam proses pengadilan, atau sedang menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan.
Pasal berikutnya (3), mengatur tentang jenis pajak dan skema pengampunannya. Jenis pidana pajak yang bisa diampuni meliputi tunggakan pajak penghasilan (PPh), serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Untuk mendapatkan ampunan, maka WP harus mendeklarasikan aset-asetnya yang selama ini belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Untuk itu, sebelumnya WP harus mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempatnya terdaftar sebagai WP, dengan membuat surat pernyataan yang isinya memuat informasi mengenai identitas diri, jenis dan nilai harta bersih, utang, dan penghitungan uang tebusan. Ketentuan tersebut sekaligus menekankan syrat utama dari
tax amnesty, yakni WP bersedia membayar uang tebusan dan melunasi seluruh tunggakan pajaknya.
Pengurang Pajak Pada pasal 8 draft PMK Tax Amnesty mengatur lebih lanjut mengenai perhitungan harta bersih dan utang. Pasal tersebut intinya menegaskan, untuk WP badan, nilai utang yang dapat dikurangkan dari kewajiban pajak maksimal sebesar 75 persen dari nilai harta tambahan. Sedangkan untuk WP orang pribadi, maksimal utang yang jadi pengurang pajak paling besar 50 persen dari nilai harta tambahan.
Seperti telah diatur dalam UU, tarif uang tebusan dibagi berdasarkan beberapa kategori dengan sistem berjenjang, menyesuaikan dengan tiga periode (kuartal) penerpaan
tax amnesty hingga 31 Maret 2017.
Untuk WP yang mendeklarasikan sekaligus merepatriasi asetnya, dikenakan tarif uang tebusan sebesar 2 persen untuk kuartal I (hingga 30 September 2016), 3 persen untuk kuartal II (hingga 31 Desember 2016), dan 5 persne untuk kuartal III (hingga 31 Maret 2017).
Sementara untuk WP yang hanya mengungkap jumlah hartanya (dekalrasi) tanpa disertai repatriasi, maka tarif uang tebusannya menjadi lebih besar, yakni 4 persen untuk kuartal I, 6 persen untuk kuartal II, dan 10 persen pada kuartal III.
Khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4,8 miliar dikenakan tarif uang tebusan yang lebih ringan. Untuk WP yang nilai hartanya sampai dengan Rp10 miliar dikenakan tarif 0,5 persen, sedangkan yang hartanya lebih dari Rp10 miliar kena tarif 2 persen.
Penekanan lain dari PMK tersebut adalah, WP harus mencabut permohonan atau pengajuan pengembalian kelebihan (restitusi) pajak serta pengajuan lain yang terkait dengan gugatan pengurangan atau keberatan pajak.
(ags/ags)