Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengharuskan Wajib Pajak (WP) peserta amnesti pajak membuat rekening khusus di bank persepsi yang telah ditunjuk sebagai wadah pengalihan asetnya ke dalam negeri.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Instrumen Investasi di Pasar Keuangan dalam Rangka pengampunan Pajak. Beleid tersebut terbit dan berlaku efektif terhitung mulai 18 Juli 2016.
Dana repatriasi tersebut, jelas Menkeu, harus diinvestasikan di Indonesia paling singkat tiga tahun, terhitung sejak dana dialihkan oleh WP ke rekening khusus bank persepsi. Fungsi dari bank persepsi tersebut, selain sebagai fasilitator pembayaran uang tebusan juga sebagai perantara (gateway) investasi peserta amnesti pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun instrumen investasi yang disiapkan sebagai penampung meliputi obligasi negara, surat utang BUMN, obligasi swasta, surat utang yang dimiliki pemerintah, investasi keuangan di bank persepsi, proyek infrastruktur kerjasama pemerintah dan swasta, investasi sektor riil prioritas, serta investasi lain yang sah menurut peraturan.
Khusus untuk produk investasi berupa surat berharga, Menkeu menetapkan varian efek yang bisa menjadi penampung dana repatriasi. Jenis efek yang dimaksud meliputi obligasi medium term notes, sukuk, saham, unit penyertaan reksa dana, efek beragun aset, Dana Investasi Real Estate (DIRE), deposito, tabungan, giro, asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura.
Menurut Menkeu, investasi yang dilakukan oleh peserta tax amnesty dapat digunakan WP sebagai jaminan kredit dari bank persepsi.
Syarat Bank PersepsiUntuk menjadi bank persepsi, Menkeu menetapkan sejumlah syarat bagi bank, manajer investasim, dan/atau perantara pedagang efek. Pertama, bank persepsi harus masuk kategori bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 3 dan 4.
Selain itu, bank persepsi juga harus punya izin kegiatan penitipan dan pengelolaan aset (trust) dan kustodian, dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Untuk Manajer Investasi (MI), Menkeu memprioritaskan perusahaan BUMN atau anak usaha BUMN. Untuk yang non BUMN, hanya MI yang jumlah dana kelolaan masuk sepuluh terbesar di Indonesia yang boleh turut menyerap dana repatriasi.
Untuk produk reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menggunakan aset penerbitan proyek sektor riil, Menkeu menysaratkan dana kelolaan minimal Rp200 miliar. MI yang berhak mengelola dan arepatriasi juga harus mengelola Dana Investasi Real Estate (DIRE).
" Manajer Investasi harus tidak pernah dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir sebelum Peraturan Menteri ini berlaku," tegas Menkeu dikutip dari salinan PMK tersebut.
Selanjutnya untuk Perantara Pedagang Efek, hanya yang terdaftar sebagai anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) yang boleh mengelola dana repatriasi. Syarat berikutnya, perantara pedagang efek harus punya rekam jejak yang baik dalam melayani nasabah ritel.
Selain bebas kasus hukum seperti halnya MI, Perantara Pedaganga Efek juga harus memiliki ekuitas positif dalam tiga tahun terakhir, dengan rata-rata nilai modal kerja bersih tahun lalu minimal Rp75 miliar.
(ags/gen)