Semester I 2016, Defisit APBN Capai 1,83% PDB

Antara | CNN Indonesia
Kamis, 21 Jul 2016 09:35 WIB
Defisit APBN semester I 2016 membengkak karena belanja negara lebih tinggi Rp113 triliun dan penerimaan negara lebih rendah Rp33 triliun dari semester I 2015.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR mengenai RUU Pengampunan Pajak di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/6). (Antara Foto/Hafidz Mubarak)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meningkatnya pengeluaran negara yang tidak sebanding dengan realisasi penerimaan yang rendah menciptakan defisit fiskal sebesar Rp230,7 triliun atau 1,83 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada semester I 2016.

Defisit yang terjadi pada paruh pertama tahun ini membengkak dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran negara semester I 2015, yang kala itu sebesar Rp84,3 triliun atau 0,73 persen terhadap PDB.

"Dua alasan defisit membesar adalah karena realisasi belanja negara lebih tinggi Rp113 triliun dan penerimaan negara lebih rendah Rp33 triliun dari periode yang sama tahun lalu," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (20/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bambang memaparkan, realisasi pendapatan negara dalam enam bulan pertama tahun ini baru sebesar Rp634,7 triliun atau 35,5 persen dari target Rp1.786,2 triliun di Anggaran Pendaptan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Sementara anggaran belanja negara yang terserap pada periode yang sama mencapai Rp865,4 triliun atau 41,5 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun.

Penerimaan perpajakan selaku penyumbang terbesar kas negara, kata Bambang, tercatat sebesar Rp522 triliun atau 33,9 persen dari target Rp1.539,2 triliun. Selebihnya merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menyumbang Rp112,1 triliun atau 45,7 persen dari target Rp245,1 triliun.

Dari penerimaan perpajakan, lanjutnya, pendapatan dari setoran Pajak Penghasilan (PPh) sejauh ini baru masuk sebesar Rp16,3 triliun atau 44,9 persen dari target Rp36,3 triliun, sedangkan untuk PPh non migas tercatat sebesar Rp270,5 triliun atau 33 persen dari target Rp819,5 triliun. Komponen perpajakan lainnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp169,2 triliun (35,7 persen dari target Rp474,2 triliun) dan cukai Rp44 triliun (29,7 persen dari Rp148,1 triliun).

"PPh migas turun karena harga minyak lebih rendah dari tahun lalu. PPN turun karena konsumsi rumah tangga melemah dan restitusi lebih tinggi dari tahun lalu. Cukai terpengaruh karena belum meningkatnya pembelian pita cukai," jelas Menkeu.

Khusus belanja negara, Kemenkeu mencatat realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp481,3 triliun atau 36,8 persen dari pagu Rp1.306,7 triliun. Sementara untuk transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp384 triliun atau 49,5 persen dari pagu Rp776,3 triliun.

Dari belanja pemerintah pusat, realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp262,8 triliun atau 34,2 persen dari pagu Rp767,8 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp218,5 triliun atau 40,6 persen dari pagu Rp538,9 triliun.

"Belanja cukup tinggi karena transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp384 triliun atau sekitar Rp50 triliun lebih tinggi dari tahun lalu Rp334,7 triliun. Terutama dana desa yang sudah tersalurkan Rp26,8 triliun, kalau tahun lalu hanya Rp7,9 triliun," tutur Bambang.

Meskipun kinerja defisit anggaran sudah mencapai 77,7 persen dari target Rp296,7 triliun (2,35 persen) , Bambang optimistis defisit fiskal akan mengecil pada akhir tahun, yang salah satunya dipengaruhi oleh realisasi penerimaan dari program amnesti pajak.

"Kami mengharapkan kinerja pada semester II-2016 akan membaik, karena disepakatinya amnesti pajak bisa membantu kinerja APBNP," kata Bambang.

Bambang memperkirakan penerimaan dari sektor perpajakan bisa mencapai Rp1.017,2 triliun pada semester II 2016 dengan proyeksi defisit anggaran pada akhir tahun sebesar Rp66 triliun atau sekitar 0,52 persen terhadap PDB. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER