Kementerian ESDM Desak BPK Rampungkan Audit Premium Pertamina

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jul 2016 16:35 WIB
Desakan ini untuk menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kelebihan subsidi solar yang diduga masuk ke kantong Pertamina.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera menyelesaikan audit rugi berjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium oleh PT Pertamina (Persero). Desakan ini untuk menanggapi temuan kelebihan subsidi solar yang diduga masuk ke kantong perseroan. (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera menyelesaikan audit rugi berjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium oleh PT Pertamina (Persero). Desakan ini untuk menanggapi temuan kelebihan subsidi solar yang diduga masuk ke kantong perseroan.

Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, semakin cepat audit Premium selesai, maka bisa ditentukan langkah selanjutnya yang perlu dilakukan Pertamina. Ia berharap, BPK dapat menyelesaikan audit, dan perhitungan final terkait besaran kelebihan subsidi yang memang perlu dikompensasi Pertamina hingga akhir tahun ini.

"Pada tahun 2015, harga BBM jenis Premium kan tidak pernah berubah meski harga minyak berfluktuatif. Nanti tetap itu akan dihitung, dan angkanya akan diusulkan secara integrasi di ujung tahun," ujarnya, Selasa (26/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia bilang, permintaan Kementerian ESDM ini telah dikirimkan melalui surat BPK no.3987/85/MEM.M/2016 yang dikirimkan dua bulan lalu. Intinya, dalam surat itu tertuang agar BPK tidak sekadar mengaudit soal kerugian Premium Pertamina, tetapi juga mengenai besaran volume penyalurannya. Jika nanti memang ditemukan kelebihan penggunaan subsidi, ia sendiri belum tahu bagaimana hal itu akan dikompensasikan.

Namun, jika ternyata Pertamina merugi, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menutupi kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. "Bisa saja nanti perhitungannya menjadi negatif dan kalau seperti itu, kami pastikan Pertamina tidak akan menanggung kerugiannya kalau masalah harga. Kami akan kompensasi kekurangan itu," tegas Sudirman.

Sebagai informasi, BPK sebelumnya merilis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015 yang menemukan adanya kelebihan subsidi solar sebesar Rp3,19 triliun. Kelebihan subsidi ini diduga masuk ke kantong Pertamina selaku badan usaha yang diberi penugasan untuk menyalurkan solar bersubsidi.

Dari subsidi tetap sebesar Rp1.000 per liter, hitung-hitungan BPK menyebut, selisih harga pasar dengan harga solar yang dijual Pertamina tak selalu senilai angka tersebut. Dengan kata lain, BPK menemukan bahwa subsidi solar yang diberikan ke masyarakat lebih kecil dari Rp1.000 per liter.

Namun di waktu yang bersamaan, Pertamina terbilang menanggung rugi berjualan Premium sebesar US$6,2 juta dan untung menjual solar sebesar US$4,5 juta.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi VII DPR RI Satya Yudha menjelaskan, Pertamina tidak berhak lagi mengklaim rugi berjualan BBM mengingat formulasi penghitungan harga BBM yang dievaluasi selama tiga bulanan sudah memasukkan unsur dana bantalan yang bisa digunakan sewaktu-waktu jika harga minyak lebih tinggi dari harga yang ditetapkan Pemerintah.

Apalagi menurutnya, pemerintah sudah berkomitmen untuk menanggung tombokan Pertamina jika harga BBM yang berlaku berada di bawah harga pasar. Maka dari itu, ia mengatakan tak ada alasan bagi Pertamina untuk mengaku-ngaku rugi.

"Mungkin memang sekarang fokusnya jika harga BBM yang berlaku berada di bawah harga pasar. Namun, kalau mau transparan, rakyat juga perlu tahu kemana kelebihan uang mengalir jika harga BBM lebih tinggi dibandingkan harga pasar," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER