Ironi Gas Dalam Negeri, Alokasi Tinggi Namun Penyerapan Mini

CNN Indonesia
Kamis, 28 Jul 2016 17:00 WIB
Sebagai negara kepulauan dengan infrastruktur yang tidak merata, pemerintah diminta untuk membangun beragam transportasi penyaluran gas.
Proyek Donggi Senoro LNG yang dikelola Medco, Pertamina, dan Mitsubishi. (Dok. Medco)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah mengalokasikan pasokan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri (domestik) sebesar 4,016 miliar british thermal unit per day (BBTUD), setara 57 persen dari total produksi. Anehnya meski porsi domestik kian besar, penyerapannya di lapangan masih sedikit.

Mengutip data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), tahun lalu pemerintah telah menyiapkan gas sebanyak 1.273,23 BBTUD untuk diserap perusahaan pengelola pembangkit listrik. Namun nyatanya hanya terpakai 939.11 BBTUD.

Kemudian, alokasi gas untuk pelaku industri disiapkan 1.560,91 BBTUD namun hanya dipakai 1.263,17 BBTUD. Sementara pabrik-pabrik pupuk yang diberikan jatah 796,96 BBTUD, hanya dimanfaatkan 737,46 BBTUD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar Kebijakan Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa menilai, rendahnya serapan pasokan gas di dalam negeri terjadi karena minimnya infrastruktur penyaluran distribusi gas.

"Solusinya pemerintah harus terus mendorong infrastruktur penyaluran gas," tegas Iwa, dikutip Kamis (28/7).

Oleh karena itu, Iwa mengaku tidak heran jika lebih banyak gas yang diekspor ke luar negeri dalam bentuk gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) karena untuk memenuhi kontrak jangka panjang, di tambah tidak meratanya fasilitas infrastrur penerimaan LNG di dalam negeri.

Ia mencontohkan, LNG yang tersedia di Tangguh, belum bisa dikirim ke Papua atau Merauke karena infrastruktur tidak mendukung.

Iwa mengingatkan, sebagai negara kepulauan dengan infrastruktur yang tidak merata, maka pemerintah seharusnya sudah mempersiapkan beragam transportasi penyaluran gas. Sehingga tidak hanya mengandalkan pipa supaya gas yang ada di wilayah Timur bisa tersalurkan merata.

"Harus berpikir, energi bukan semata komoditas tapi dari penguatan ekonomi dan infrastruktur,” tandasnya.

Ekonom dan Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi mengamini, keterbatasan jaringan pipa gas jadi faktor kunci rendahnya penyerapan di dalam negeri. Masalah kian pelik dibarengi dengan maraknya praktik perusahaan pedagang gas (trader) yang tidak memiliki pipa tapi mendapat alokasi gas karena kedekatan politik.

Fahmi juga menyarankan agar pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) di sektor gas bumi tidak terus menerus fokus pada pembangunan jaringan pipa karena proses pembangunan akan makan waktu lama. Untuk itu, model pembangunan mini terminal LNG, juga bisa diaplikasikan agar potensi besar LNG di dalam negeri bisa disalurkan ke berbagai daerah.

"Kenapa model mini terminal LNG sangat dibutuhkan, karena cocok sesuai karakter negara kepulauan, menghemat anggaran negara, dan pengerjaan cepat. Ini bisa jadi salah satu solusi, jika dibangun di berbagai daerah tentu manfaatnya besar, lebih luas," tandas Fahmi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER