Jakarta, CNN Indonesia -- Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menilai, persaingan ekspor antar negara di industri mebel dan kerajinan di Tanah Air semakin menantang. Saking menantangnya, beberapa pelaku usaha memilih hengkang ke Vietnam untuk mengembangkan bisnisnya.
"Ada beberapa pengusaha mebel yang pindah ke Vietnam, karena pemerintah di Vietnam memberikan banyak insentif. Padahal, kalau mereka pindah, nilai ekspor kami akan berkurang," ujarnya ditemui di Kementerian Perindustrian, Kamis (28/7).
Terkait insentif yang diberikan pemerintah Vietnam, Soenoto membeberkan, antara lain tax holiday, harga lahan yang rendah, hingga tunjangan biaya pameran. Hal ini dikarenakan industri mebel dianggap sebagai industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menyumbang devisa bagi Vietnam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tak cuma pengusaha yang pindah, bahkan pembeli kami juga beberapa pindah ke negara lain. Contohnya, kita jual kursi rotan US$52, padahal eskportir lain bisa jual US$26, tentu kita kalah," terang Soenoto.
Menurut Soenoto, hengkangnya pelaku usaha nasional ke Vietnam perlu dicegah agar tidak berlanjut. Nah, untuk meredam arus keluar pelaku usaha mebel, ia meminta pemerintah untuk mengkaji sejumlah insentif yang dapat diberikan untuk peningkatan nilai ekspor dan kemajuan industri mebel dan kerajinan Indonesia.
Selain itu, Soenoto juga berharap, pemerintah rela meninjau ulang sejumlah regulasi di sektor mebel yang kerap menurunkan ekspor mebel. "Saya tidak bisa sebutkan semuanya, misalnya sistem perbankan, kami dipungut bunga deposito sekitar enam persen. Padahal, negara lain hanya satu persen sampai 1,5 persen. Bahkan Belgia saja hanya 2 persen," tutup Soenoto.
Soenoto sendiri memastikan akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan lainnya untuk memastikan dapat mengkaji berbagai regulasi, termasuk insentif untuk industri mebel dan kerajinan.