Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perbankan menyambut diterapkannya suku bunga acuan baru dari BI
rate ke BI 7-
day repo
rate yang akan berlaku mulai 19 Agustus 2016 nanti. Kebijakan acuan bunga baru disebut-sebut akan lebih cepat mempengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil lantaran bersifat transaksional.
Namun demikian, tidak semua pelaku usaha perbankan optimis acuan baru suku bunga tersebut dapat merefleksikan pasar. Meskipun, level awal BI 7-
day repo
rate bakal lebih rendah ketimbang BI
rate saat ini yang sebesar 6,5 persen.
“Implementasinya tetap mengacu ke acuan baru, BI 7-
day repo
rate. Ya, tetapi agak premium sedikitlah. Kenapa? Karena, tingkat bunga juga bergantung likuiditas di pasar kan. Apakah pasar terima atau tidak,” terang Achmad Baiquni, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya saat ini saja, Baiquni menilai, likuiditas bank secara industri cukup tinggi. Likuiditas BNI, misalnya, yang tercermin dari rasio
Loan to Deposit Ratio (LDR) sudah tembus 90 persen.
Makanya, ia berharap kebijakan pengampunan pajak (
tax amnesty) dapat segera membanjiri likuiditas perbankan. Dengan demikian, keinginan pemerintah untuk menurunkan suku bunga bisa lebih cepat terealisasi.
Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengaku, masih sulit meramalkan tren suku bunga ketika BI 7-
day repo
rate berlaku nanti menggantikan BI rate. Bahkan, ia mengklaim, suku bunga perseroannya belum akan berubah.
“Sementara, kami sedang fokus dengan pengampunan pajak. Terkait bunga, sementara tidak mau diubah-ubah dulu,” imbuh dia.
Sebagai informasi, April 2016 lalu, BI memutuskan mengubah kiblat bunga acuan dari BI
rate ke BI 7-
day repo
rate. Agus Martowardojo, Gubernur BI menyatakan bunga acuan baru ini memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang.
“Sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar dan mendorong pendalaman pasar uang. Penguatan kerangka operasi moneter ini merupakan
best practice internasional dalam pelaksanaan operasi moneter,” pungkasnya.