Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendesak PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk menurunkan harga jual gas industri di Sumatera Utara. Hal ini dilakukan menyusul tingginya harga jual gas industri di kawasan Medan dan sekitarnya yang saat ini berada di level US$ 14 per Million British Thermal Unit (mmbtu).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja meminta kedua perusahaan dapat menurunkan harga US$ 2,5 per mmbtu menjadi US$ 11,5 mmbtu.
"Kami sudah meminta kedua perusahaan untuk menurunkan harga jual gas dengan memformulasikan harga yang didapat dari beberapa sumber. Ini untuk sisi hulu, transmisi dan distribusi," ujar Wiratmaja di Jakarta, kemarin sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain meminta Pertamina dan PGN untuk menurunkan harga jual, Kementerian ESDM juga akan menurunkan harga gas yang menjadi bagiannya (government take) dari beberapa Wilayah Kerja Migas.
Satu diantaranya ialah gas alam cair yang di pasok dari pengolahan Liquid Natural Gas (LNG) di lapangan Tangguh, Papua Barat. Di mana harga gas yang menjadi bagian pemerintah akan diturunkan dari sekitar US$ 7 per mmbtu menjadi US$ 6 per mmbtu.
"Pemerintah berkomitmen akan terus mengupayakan penurunan gas dengan mesimplifikasi pajak-pajak yang ada agar harga gas untuk industri bisa terjangkau. Tapi kami juga meminta Pertamina dan PGN terus melakukan efisiensi, " tutur Wiratmaja.
Seperti diketahui, adanya desakan untuk menurunkan harga jual gas di Sumatera Utara tak lepas dari tingginya harga jual gas baik di sisi hulu, transmisi hingga distribusi yang dijalankan oleh dua badan usaha milik negara (BUMN) yakni Pertamina dan PGN.
Awalnya, pada 10 November 2015 lalu Kepala Divisi Komunikasi Korporat PGN Irwan Andri Atmanto menjelaskan naiknya harga gas untuk pelanggan industri terjadi akibat penetapan harga gas dari Pertamina sebagai pengelola hulu yang sudah tinggi.
Irwan mencatat, saat ini harga beli gas PGN yang dialirkan dari kilang regasifikasi di Arun, Aceh, milik Pertamina dibanderol di kisaran US$ 13,8 per mmbtu. Berangkat dari hal itu PGN pun melego gasnya ke pelanggan industri di Medan dengan harga US$ 14 per mmbtu.
"PGN hanya mengambil biaya operasional dan biaya perawatan pipa yang mencapai 700 kilometer (km) sebesar US$ 0,2 per mmbtu. Fokus PGN saat ini adalah memastikan bahwa industri gas di Medan tetap memperoleh energi untuk tetap berproduksi," jelas Irwan dalam keterangan resminya yang dikutip Jumat (13/11).
Mendapat tudingan telah menjual gas terlalu mahal, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro justru meminta PGN lebih terbuka dan transparan dalam penetapan harga gas untuk konsumen di Sumatera Utara.
Wianda mengatakan di wilayah Sumatera Utara, Pertamina dan anak usahanya mengelola dua sumber pasokan gas yang selama ini dikonsumsi industri.
Ia menyebut pasokan sekitar 4 mmscfd bersumber dari lapangan Pangkalan Susu yang dikelola Pertamina EP. Selain itu PGN juga memperoleh pasokan dari Pertamina yang bersumber dari LNG Donggi Senoro sekitar 4 mmscfd.
Wianda mengakui harga gas eks regasifikasi Arun yang dikelola oleh Perta Arun Gas (regasifikasi), Pertagas (transportasi), dan Pertagas Niaga (niaga), sampai di PGN dijual US$ 13,8 mmbtu. Di mana 85 persen dari komponen harga tersebut ditetapkan pemerintah, termasuk
toll fee sebesar US$ 2,58 plus PPN, dan biaya regasifikasi US$ 1,58 plus PPN.
"Namun, harga gas pipa dari Pangkalan Susu yang juga ditetapkan pemerintah adalah sebesar US$ 8,31 per mmbtu. Dengan komposisi tersebut, seharusnya PGN dapat melakukan blending price berdasarkan rata-rata tertimbang harga dan volume pasokan. Ini tidak disampaikan secara terbuka kepada masyarakat sehingga terjadi persepsi keliru," kata Wianda.
(gen)