KPR Berbasis Syariah Masih Sepi Peminat

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 08 Agu 2016 15:37 WIB
Buktinya, pangsa pasar bank syariah dalam bisnis kredit pemilikan rumah (KPR) oleh perbankan nasional hanya berkisar 5 persen.
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk membidik potensi permintaan pembiayaan perumahan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan meluncurkan program angsuran KPR 5 persen per tahun, Jakarta, Senin (8/8). (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pembiayaan pemilikan rumah berbasis syariah agaknya masih kurang diminati masyarakat. Buktinya, dari total pembiayaan perumahan yang dicatat perbankan nasional, skema konvensional masih mendominasi. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

Elang Utama, Direktur Utama Peradaban Land membenarkan hal tersebut. Pemimpin perusahaan pengembang properti tersebut mengungkapkan, pangsa pasar bank syariah dalam pembiayaan perumahan hanya berkisar 5 persen.

Dalam portofolio bisnis Peradaban Land sendiri, pembiayaan pemilikan rumah dari bank syariah hanya sebesar 10 persen. Sedangkan sisanya 90 persen masih berasal dari kredit pemilikan rumah (KPR) bank konvensional. Alasannya sederhana, masyarakat masih menganggap pembiayaan melalui prinsip syariah lebih mahal kalau dibandingkan dengan bank konvensional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang, masalahnya adalah perbankan syariah masih mahal. Belum bisa bersaing dengan perbankan nasional yang fix (tetap). Mahal dari sisi marjin, rata-rata untuk marjin mereka patok sampai 13 persen per tahun, dan selama lima tahun ini kenaikannya cukup tinggi sekali," ujar Elang kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/8).

Menurut dia, kebanyakan masyarakat belum memahami perbedaan sistem marjin dan bunga dalam lini bisnis pembiayaan rumah dan KPR. Walhasil, nasabah kerap menganggap pembiayaan pemilikan rumah dengan KPR tidak berbeda.

Padahal, KPR mengenal sistem bunga yang besarannya fluktuatif atau bisa naik turun bergantung kondisi pasar. Sehingga jumlah cicilan rumah tidak bisa diprediksi dan tidak tetap dalam jangka panjang. Sedang pembiayaan rumah syariah tidak mengenal istilah bunga, melainkan marjin. Marjin ini bersifat tetap, mengikat, serta tidak memperhitungkan kondisi pasar di masa yang akan datang.

"Ini memberikan keuntungan bagi nasabah, yakni rasa nyaman dan aman karena besaran angsuran yang pasti dan jelas hingga lunas," jelas Elang.

Poernomo B Soetadi, Direktur Retail Banking Bank Muamalat mengatakan, kebanyakan nasabah mengeluhkan harga pembiayaan pemilikan rumah yang masih mahal seperti di bank konvensional. Makanya, bank syariah harus pintar menyusun strategi bisnis untuk mengejar pertumbuhan pembiayaan pemilikan rumah.

Di samping, tetap mengedepankan keunggulan bank syariah. "Pembiayaan rumah dengan prinsip syariah menggunakan akad. Di Bank Muamalat, kami menggunakan akad murabahah (jual-beli), sedangkan bank konvensional tidak bis menggunakan akad. Padahal, akad ini memberikan kepastian," terang Poernomo.

Bank Muamalat menyadari, perusahaannya belum bisa menjadi pemain utama dalam bisnis KPR. Namun, bukan berarti, pelopor bank murni syariah tersebut pasrah. Poernomo bilang, perseroan membidik bertumbuh dengan memanfaatkan momentum pelonggaran kebijakan uang muka (finance to value/FTV).

Selain itu, sambung dia, perseroan juga menggelar program cicilan murah. Terkait cicilan murah, berarti bank syariah harus pandai mencari dana-dana murah di masyarakat. Instrumen seperti angsuran, uang muka hingga tenor cicilan pun menjadi andalan perusahaan untuk menarik nasabah.

"Kami melihat potensi pertumbuhan properti masih akan besar ke depannya, terlebih angka kebutuhan rumah di Indonesia masih sangat tinggi," pungkasnya. (bir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER