Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan meyakini rencana pemangkasan belanja negara sebesar Rp133,8 triliun tidak akan berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan ekonomi, mengingat selama ini kontribusinya hanya sekitar 15 persen.
Kepala BKF Suahasil Nazara justru berharap konsumsi rumah tangga, yang selama ini menyumbang sekitar 85 persen Produk Domestik Bruto (PDB), bisa meningkatkan perannya.
"(Sumbangan belanja) pemerintah hanya 15 persen dari PDB, (selebihnya) 85 persennya dari (konsumsi) masyarakat dan dunia usaha. Kalau mereka bisa tingkatkan, tentu pemangkasan anggaran dari pemerintah tidak berpengaruh (terhadap perekonomian)," kata Suahasil usai pertemuan di Bank Indonesia, Senin (8/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemangkasan anggaran merupakan kebijakan sah yang bisa dilakukan pemerintah tanpa harus meminta restu dari DPR. Pasalnya, pada Pasal 26 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2016 tentang APBNP 2016, pemerintah bisa memangkas anggaran atau menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) jika mengalami kekurangan penerimaan.
"Sudah (komunikasi dengan DPR) tapi ini sekadar kasih tahu saja tapi bukan mengubah APBNP. Lagi pula, menurut UU APBN ini sah saja," jelas Suahasil.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengungkapkan rencana pemerintah memangkas anggaran belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp65 triliun dan transfer dana ke daerah dikurangi Rp68,8 triliun. Hal itu dilakukan sebagai konsekuensi dari risiko melesetnya target penerimaan perpajakan yang ditaksir mencapai Rp219 triliun.
"Sudah ada K/L-nya tapi komposisinya saya masih belum tahu," ujar Suahasil.
Sedangkan untuk transfer ke daerah, Suahasil mengatakan, dana bagi hasil (DBH) yang akan dikurangi berdasarkan realisasi akhir tahun. Apabila penyerapan anggaran Pemda tidak sesuai ekspektasi, maka pemerintah pusat dapat mengurangi DBH.
Dihubungi terpisah, Sarmuji, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) mengatakan, untuk menghemat anggaran belanja, pemerintah tidak perlu lagi mengajukan APBN untuk kedua kalinya ke parlemen.
"Kalau penghematan bisa dilakukan oleh internal Kementerian dan tidak menyangkut asumsi mendasar, saya rasa tidak perlu ke Komisi XI DPR," kata Sarmuji.
Hanya saja, menurut Sarmuji, realiasasi penghematan anggaran yang dilakukan masing-masing K/L tetap harus dilaporkan ke tiap-tiap komisi yang terkait.
"Jadi nanti yang dilaporkan berupa penghematan di laporan akhir, bukan mengubah APBNP kedua yang harus dilakukan saat ini di DPR," tutup Sarmuji
BI Ingatkan PemerintahSementara itu, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada kuartal III 2016 sekalipun pemerintah memotong anggaran belanjanya. Namun, Perry mengingatkan pemerintah untuk tetap memaksimalkan penyerapan anggarannya guna menstimulus ekonomi.
"Kalau penyerapannya bisa 90 persen sampai 95 persen, pengaruh dari pemangkasan tidak akan banyak ke pertumbuhan. Tapi kita optimis pertumbuhan kuartal III bisa lebih baik karena kuartal II sudah diluar dugaan," ungkap Perry di kesempatan yang sama.
Keyakinan Perry itu berbekal tren konsumsi dan daya beli masyarakat, serta investasi swasta yang biasanya meningkat pada paruh kedua tahun ini.
Belajar dari tahun lalu, kata Perry, pemerintah hanya mampu membelanjakan anggarannya sekitar 80 persen hingga 85 persen. Hasil akhirnya, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,8 persen pada 2015.
Sedangkan tahun ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen. Oleh karena itu, Perry menggarisbawahi pentingnya memaksimalkan penyerapan anggaran pemerintah guna mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut.
(ags/gen)