Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah ekonom menilai pemangkasan belanja negara jilid II berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan rencana pemangkasan kembali belanja negara sebesar Rp133,8 triliun yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga (k/l) sebesar Rp65 miliar dan transfer ke daerah sebesar Rp68,8 triliun.
“Pemangkasan yang kedua ini akan berdampak buruk pada ekonomi. Itu juga merupakan faktor yang menahan pertumbuhan ekonomi dalam paruh kedua tahun ini,” tutur Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economic (CORE), saat dihubungi Kamis (5/8) kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Faisal, pemangkasan anggaran secara langsung akan berdampak pada berkurangnya belanja pemerintah dan secara tidak langsung akan berdampak pada konsumsi dan investasi.
Secara keseluruhan, Core memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh di kisaran 4,9-5 persen.
“Jadi maksimum saya pikir 5 persen, di bawah target pemerintah 5,2 persen,”ujarnya.
Senada, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pemangkasan itu akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi. Apalagi, jika nanti pemerintah memotong anggaran proyek padat karya.
Kendati demikian, Josua memahami keputusan itu harus diambil pemerintah demi menjaga tingkat defisit anggaran tetap di bawah 3 persen sesuai amanat Undang-undang.
Menurut Josua, jika pemerintah gagal menjaga defisit anggaran tahun ini di bawah 3 persen, maka kredibilitas pemerintah akan dipertanyakan oleh parlemen dan pelaku pasar.
“
Rating agency bisa juga menurunkan rating (investasi Indonesia). Jadi tidak akan bagus juga untuk pertumbuhan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Josua mengingatkan pemerintah untuk lebih realistis dalam menyusun postur APBN ke depan, terutama dari sisi penerimaan negara. Selama ini, pemerintah menyusun proyeksi penerimaan pajak dari target tahun-tahun sebelumnya, bukan realisasi tahun sebelumnya.
“Dari awalnya sudah tidak relevan, tidak
make sense, ya dampaknya seperti sekarang ini. Pemerintah fokusnya bagaimana mengurangi dulu belanjanya supaya menjaga mandat UU defisit di bawah 3 persen ini harus tercapai,” ujarnya.
Lebih lanjut, Josua memperkirakan tahun ini perekonomian Indonesia ada di kisaran 5 persen.
Sementara, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menilai, dampak negatif dari pemangkasan belanja pemerintah terhadap perekonomian bisa dinetralisir jika paket kebijakan ekonomi bisa sepenuhnya diimplementasikan di lapangan untuk mendorong investasi pada paruh kedua tahun ini.
Hingga saat ini, dari sisi regulasi, paket kebijakan telah terealisasi 98 persen. Namun, implementasi di lapangan masih belum optimal.
“Paket kebijakan ekonomi itu banyak dari sisi aturannya sudah selesai tapi implementasinya ini, misalnya pemberian insentif listrik, itu kan belum,” ujar David.
Pemerintah sebelumnya telah menegaskan bahwa pemotongan belanja anggaran tidak akan menyasar belanja prioritas tetapi belanja rutin operasional yang dinilai tidak efisien.
“Presiden sudah melihat bahwa banyak sekali ruangan untuk efisiensi, apakah itu biaya perjalanan, dana operasional yang memang tidak prioritas. Jadi, ini tidak memotong hal-hal yang memang sudah menjadi prioritas pemerintah seperti infrastruktur,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Oleh karenanya, pemerintah tidak mengubah target pertumbuhan ekonomi tahun ini yaitu tetap sebesar 5,2 persen dalam APBN-P 2016.
(gir)