Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) sepakat untuk mengatur imbal jasa atau komisi (
fee) broker menjadi 0,2 persen untuk transaksi beli dan 0,3 persen untuk transaksi jual. Sementara untuk transaksi perdagangan elektronik atau
online trading batas bawahnya 0,18 persen.
Komite Ketua APEI, Susy Meilina menyatakan, aturan itu mulai diberlakukan pada 1 Januari 2017 mendatang. Hal tersebut diputuskan dalam rapat umum luar biasa APEI yang digelar pada Jumat (12/8).
Ia menjelaskan, anggota APEI setuju untuk membuat kode etik terkait imbal jasa broker, sehingga tidak ada lagi broker yang memberikan tarif jasa secara bebas. Namun, tarif tersebut hanya berlaku dalam transaksi di pasar regular saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jadi ketentuannya itu untuk transaksi di pasar regular saja, jadi di pasar net negosiasi tidak. Lalu yang asing-asing kan ada transaksi Algo-Trading/DSA, program trading, dan nasabah afiliasi,” ujar Susy.
“Transaksi
tax amnesty juga dikecualikan. Yang buat
tax amnesty semua dikecualikan. Tapi berlaku tadi di pasar regular by client retail maupun client institusi.”
Untuk aturan baru ini berjalan dengan lancar, lanjut Susi, APEI sudah memiliki Dewan Kehormatan yang nantinya memastikan bahwa kode etik tersebut akan dilakukan oleh para broker. Tak hanya itu, APEI juga akan membuat Dewa Pengawas.
“Jadi nanti Dewan Kehormatan itu akan memastikan, nanti ada teguran tertulis 1, teguran tertulis 2, jadi ada ukuran-ukurannya. Lalu tentunya setiap sanksi itu akan kami informasikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun ke bursa.”
“Tapi dalam prosesnya kami dapat laporan bahwa ada yang melanggar dan laporannya pun ada bukti yang valid kan, jadi Dewan Pengawas nanti punya langkah-langkahnya kalau ada yang melanggar,” jelasnya.
Menurut Susi, aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi perang tarif antar broker sehingga penetapan tarif yang ditentukan tiap broker berbeda. Dari hasil pengkajian kantor akuntan publik, Pricewaterhouse Coopers (PwC), banyak broker yang mengalami kerugian hingga 83 persen. Bahkan, tahun-tahun sebelumnya pun sempat menyentuh angka 84 persen.
“Nah kalau kami tidak atur diri kami sendiri gimana, ini kan bagian yang bisa kami kontrol. Jadi tadi kami tanya komitmen teman-teman atur ini di kode etik dan dipatuhi bersama. Kami tidak mau ada pelanggaran, intinya begitu.”
“Kami industri jasa, kami harus memberikan pelayanan lebih, itu bisa kalau punya uang lebih, karena kalau rugi tidak mungkin kami bisa berikan pelayanan yang lebih,” ungkapnya.
Dengan diberlakukannya tarif ini, maka para broker akan memasang tarif yang sama dalam memberikan kepada investor. Sehingga tidak ada lagi tarif yang terjun bebas hingga 0,1 persen demi menggaet investor melakukan investasi di perusahaannya.