Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta mempertimbangkan kembali restu yang diberikan kepada manajemen PT PLN (Persero) untuk mengampit 50 persen saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Pengamat Ketahanan Energi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Dirgo D. Purbo menilai, akan lebih ideal jika PLN justru bergabung ke tubuh PT Pertamina (Persero) yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai perusahaan induk (
holding) BUMN sektor energi.
Pasalnya dengan konsep tersebut, Pertamina sebagai induk usaha nantinya tidak akan kesulitan memasok bahan bakar minyak (BBM) dan panas bumi yang dibutuhkan PLN untuk memproduksi listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
Cost-nya akan jadi lebih murah jika PLN jadi anak usaha Pertamina," ujar Dirgo D Purbo, Analis Ketahanan Energi dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) di Jakarta, Jumat (12/8).
Menurut Dirgo, mekanime
holding tersebut lebih tepat dibandingkan mengalihkan saham PGE ke PLN. Apalagi PGE merupakan perusahaan pengelola energi panas bumi, sedangkan PLN merupakan perusahaan distribusi dan transmisi listrik.
"Seharusnya masing-masing fokus saja dalam dua bidang usaha tersebut," tukasnya.
Hari Poernomo, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berpendapat sama dengan Dirgo. Menurut Hari, kekuatan Pertamina sebagai
holding BUMN energi akan semakin kuat jika PLN ikut bergabung ke dalamnya. Karena sebelumnya pemerintah sudah memastikan Pertamina akan menguasai sektor gas dengan mengelola PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai anak usaha.
"Idealnya Pertamina, PGN, dan PLN sekaligus di dalamnya juga ada SKK Migas yang khusus untuk urusan kontraktor migas asing," kata Hari.
Ia menilai, sebenarnya tidak masalah kalau PGE akan disatukan dengan PLN sebagai pembeli tunggal uap panas bumi. Namun penyatuan tersebut menunjukkan tidak adanya kesatuan visi dan misi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian BUMN dalam mewujudkan kecukupan energi listrik murah dan ramah lingkungan.
"Kalau kedua menteri tersebut bisa bersinergi dengan lebih baik, tentu tidak perlu penyatuan tersebut (PGE dan PLN). Seharusnya Presiden bisa mengatasi kelemahan ini," tegas Hari.
PGE hingga akhir 2016 menargetkan memiliki kapasitas terpasang listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) sebesar 542 Megawatt (MW) dengan masuknya tambahan 105 MW dari tiga pembangkit, yakni PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 MW, PLTP Lahendong Unit 5 berkapasitas 20 MW, dan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW. Salah satu di antaranya, PLTP Ulubelu Unit 3 sudah beroperasi sejak 15 Juli 2016.
Tafif Azimudin, Sekretaris Perusahaan PGE, mengatakan saat ini PGE mengerjakan lima proyek panas bumi sekaligus, tiga di antaranya beroperasi tahun ini. Sisanya, akan beroperasi pada 2017.
“Baru PGE satu-satunya perusahaan di Indonesia, bahkan di dunia yang mengerjakan lima proyek panas bumi sekaligus. Kami memang diinstruksikan untuk seprogresif mungkin me gembangkan panas bumi oleh Pertamina,” ungkapnya.
(gen)