Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdangangan (Kemendag) telah menerbitkan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) terkait izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia hingga awal 2017 mendatang. SPE tersebut meluncur setelah mendapatkan rekomendasi ekspor dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Marthin Simanungkalit menerangkan, SPE ini diterbitkan pada 9 Agustus 2016 lalu dan berakhir 11 Januari 2017 mendatang. Periode ekspor selama lima bulan ini terbilang lebih pendek dibanding periode sebelumnya, sesuai permintaan Kementerian ESDM.
Alasannya, ekspor mineral dan konsentrat sudah tidak boleh diberlakukan lagi mulai 2017, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah terima rekomendasi Kementerian ESDM, dan SPE sudah terbit sesuai dengan rekomendasi Kementerian ESDM," jelas Marthin melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (16/8).
Ia melanjutkan, kuota ekspor yang diberikan pada periode kali ini sebesar 1,4 juta metrik ton. Kuota ini lebih besar 40 persen dibanding periode Februari - Agustus dengan besaran 1 juta metrik ton.
Marthin sendiri tidak tahu mengapa kuotanya diperbesar. "Semua sesuai rekomendasi," terangnya.
Melengkapi ucapan Marthin, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Dody Edward mengaku tak tahu persis kapan Kementerian ESDM menyerahkan dokumen rekomendasi ekspor.
Namun menurutnya, proses penerbitan SPE terbilang sangat cepat agar tak ada perbedaan antara tanggal rekomendasi dari kementerian teknis dan periode berlakunya SPE.
"Begitu ada rekomendasi, langsung kami proses sesuai ketentuannya. Memang perlu dilakukan secara cepat," jelas Dody.
Sementara itu, Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, perusahaan sudah menerima SPE yang diperlukan. Namun, ia tidak menyebut perkembangan pembangunan (progress) smelter yang saat ini tengah dibangun perusahaan di Gresik, Jawa Timur, yang menentukan besaran bea keluar yang perlu dibayar perusahaan.
Sebagai informasi, bea keluar ekspor konsentrat tecantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Di dalam beleid tersebut, dijelaskan jika kemajuan pembangunan atau serapan dana investasi smelter antara 0-7,5 persen, maka bea keluar yang dibayarkan sebesar 7,5 persen. Apabila realisasi progres smelter antara 7,5-30 persen, maka membayar bea keluar 5 persen. Sedangkan progres pembangunan lebih dari 30 persen, maka bea keluar yang dibayar 0 persen.
"Kami sudah dapat (SPE dari Kementerian Perdagangan)," jelas Riza melalui pesan singkat.
(gen)