Balas Surat Pemerintah, Freeport Tolak Revisi Harga Saham

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 21 Jul 2016 18:12 WIB
Kementerian ESDM masih berpikir ulang untuk memperpanjang izin ekspor Freeport dengan mempertimbangan komitmen perseroan membangun smeleter.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said (ketiga kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/1). (Antara Foto/Hafidz Mubarak)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia menolak permintaan pemerintah untuk mengubah perhitungan harga 10,64 persen saham divestasinya. Hal itu ditegaskan perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu dalam surat balasan yang dilayangkan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said baru-baru ini.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot menuturkan, akhirnya Freeport merespons permintaan pemerintah untuk merevisi harga saham divestasinya setelah Kementerian ESDM dua kali meyakangkan surat. Namun, perusahaan tambang asal Amerika tersebut dalam surat balasanya menolak permintaan pemerintah tersebut.

"Mereka telah merespon surat kami yang kedua kalinya dan menyampaikan perhitungan menurut Pemerintah dan metodenya. Namun, mereka justru membalas tetap berdasarkan perhitungannya," ujar Bambang ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (20/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, kata Bambang, pemerintah juga dengan tegas tidak mau mengubah metode investasi seperti yang diinginkan Freeport. Karenanya, negosiasi akan kembali dilakukan oleh pemerintah dalam waktu dekat ini.

"Yang terpenting adalah metode dan tataran waktunya. Kalau waktunya dan metodenya berbeda, maka harganya tidak ketemu. Kalau kami sih tetap sesuai dengan peraturan Pemerintah, kalau tidak ketemu ya negosiasi terus," jelasnya.

Di dalam surat yang dikirimkan Kementerian ESDM, Pemerintah meminta Freeport menghitung kembali nilai divestasi berdasarkan biaya penggantian atas investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi sampai dengan tahun kewajiban divestasi secara kumulatif (replacement cost).

Pasalnya, acuan nilai divestasi yang diajukan Freeport sebelumnya didasarkan pada nilai investasi yang telah dilakukan dan akan digelontorkan di masa depan. Berdasarkan hitungan Freeport, valuasi 100 persen sahamnya sebesar US$16,2 miliar, sehingga harga 10,64 persen saham divestasi yang ditawarkannya ke pemerintah menjadi US$1,7 miliar.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Freeport wajib melepas sahamnya sebesar 30 persen ke investor nasional karena diklasifikasikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah (underground mining).

Lantaran saat ini pemerintah telah mengempit saham Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen, artinya masih terdapat sisa saham sekitar 20,64 persen yang harus dilepas perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

Namun untuk tahap awal, Freeport hanya diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya guna menggenapi 9,36 persen yang telah dipegang oleh pemerintah menjadi 20 persen. Sementara 10 persen sisanya baru masuk masa penawaran divestasi pada 2020.

Perpanjangan Ekspor

Terkait izin ekspor Freeport yang akan habis pada Agustus, Bambang mengatakan, instansinya masih perlu waktu untuk memberikan rekomendasi perpanjangan izin. Menurutnya, kementerian ESDM perlu melihat kesungguhan Freeport dalam membangun fasilitas pemurnian (smelter) yang dijanjikan sebelumnya.

Bambang mengungkapkan, realisasi pembangunan smelter Freeport sampai saat ini baru sebesar 14 persen, atau masih sama dengan posisi awal ketika perusahaan tambang tersebut mengajukan perpanjangan izin ekspor pada Februari lalu.

Apabila pemerintah memberikan perpanjangan Surat Persetujuan Ekspor (SPE), kata Bambang, ekspor konsentrat Freeport tetap akan dikenakan bea masuk sebesar 5 persen mengingat perkembangan smelternya baru 7,5 persen hingga 30 persen. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153 Tahun 2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

"Nanti akan kami lihat apakah perlu kami berikan rekomendasi lagi," jelas Bambang. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER