Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti simpanan pemerintah daerah di bank, yang jumlahnya meningkat pada Juli lalu. Sebab, hal itu menjadi cerminan masih lambatnya penyerapan anggaran pemerintah daerah (Pemda) dan rendahnya kualitas pengelolaan APBD.
Boediarso Teguh Widodo, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu mengungkapkan, saldo Pemda di perbankan per Juli 2016 mencapai Rp224 triliun, bertambah Rp9,9 triliun dari posisi akhir Juni yang sebesar Rp214 triliun.
Meskipun peningkatan ini biasa terjadi pada kuartal II setiap tahunnya, namun Boediarso menganggap itu sebagai salah satu indikator bagi pemerintah pusat untuk menilai kinerja penyerapan anggaran daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita lihat, daya serapnya (anggaran Pemda) itu memang belum optimal, karena belanja APBD-nya," ujar Boediarso kepada
CNNIndonesia.com di ruang kerjanya, Kamis (18/8).
Menurut Boediarso, ada banyak masalah klasik yang membuat daya serap anggaran Pemda belum optimal. Pertama, banyak daerah yang masih sering terlambat dalam menetapkan APBD.
"Karena kalau APBD itu kan dokumen otorisasi anggaran. Tidak bisa dieksekusi kalau APBD-nya belum ditetapkan," jelasnya.
Kedua, lanjutnya, sering kali Pemda terlambat dalam menggelar tender atau lelang pengadaan barang dan jasa. "Kalau APBD-nya terlambat, tentu pelaksanaan tendernya juga akan terlambat."
Penyebab ketiga, lanjut Boediarso, masifnya pola mutasi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di daerah. Kebijakan mutasi dan promosi ini sering kali justru menghambat penyerapan anggaran karena pejabat penggantinya harus belajar dan adaptasi lagi.
"Sering kali PPK di satu dinas, sudah expert di situ, sudah menguasai, tiba-tiba dimutasi ke tempat lain. Pejabatnya baru lagi," katanya.
Dampak KriminalisasiTerakhir, Boediarso menilai masih banyak kuasa pengguna anggaran di daerah yang ternyata masih takut dikriminalisasi oleh aparat penegak hukum.
Padahal, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan para aparatur hukum di negeri ini agar bijaksana dalam menjalankan fungsi pengawasannya tanpa harus menghambat eksekusi anggaran negara. Intinya, pejabat pengelola anggaran harus mendapatkan jaminan hukum agar tidak menjadi korban kriminalisasi.
"Mereka pada umumnya takut dikriminalisasi. Kenapa takut? Begitu ada kalah tender, lawan tadi mengadukan kepada kepolisian atau kejaksaan atau penegak hukum yang lain. " ucapnya.
Idealnya, tambah Boediarso, penegak hukum lebih dahulu melaporkan dan berkoordinasi dengan inspektorat di kabupaten atau provinsi jika ada pengaduan soal penyimpangan anggaran daerah. Biarkan inspektorat menindaklanjuti dahulu laporan tersebut dan jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang baru diteruskan ke Kepolisian.
"Jadi diluruskan dulu, jangan langsung diperiksa.Kadang-kadang orang itu kalau sudah diperiksa oleh aparat kan sudah ketakutan sendiri.," tuturnya.