Jakarta, CNN Indonesia -- Rata-rata kinerja emiten sektor telekomunikasi menorehkan kinerja yang positif pada pertengahan tahun 2016. Hal ini terlihat dari beberapa emiten yang mencatat kenaikan laba bersih karena ditopang pendapatan data, terkerek tren
smartphone.
Dari empat emiten yang sudah mengeluarkan kinerja laporan keuangannya, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) membukukan pendapatan tertinggi dengan kenaikan 15,58 persen atau menjadi Rp56,45 triliun dari sebelumnya Rp48,84 triliun. Bila diilihat, pendapatan tertinggi berasal dari internet dan data selular, yaitu Rp14,61 triliun atau tumbuh 71,68 persen dari RpRp8,51 triliun.
Pertumbuhan ini tentu berdampak positif terhadap laba bersih perusahaan yang tumbuh sebesar 33,28 persen dari Rp7,44 triliun menjadi Rp9,92 triliun.
Analis Millenium Danatama Sekuritas M. Al Amin menyatakan, kinerja emiten Telkom ini jauh di atas ekspektasi di mana laba yang diraih perusahaan hampir 79,8 terhadap konsensus. Ia meyakini, Telkom masih akan memimpin sektor telekomunikasi hingga tahun depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya percaya perusahaan ini terus menjadi pemimpin sektor karena kinerjanya jauh dari ekspektasi,” katanya, Rabu (24/8).
Performa kinerja positif juga dialami oleh PT Indosat Tbk (ISAT) yang mengalami kenaikan pendapatan menjadi Rp13,94 triliun atau naik 10,48 persen dari sebelumnya Rp12,61 triliun. Penyumbang pendapatan terbesar diperoleh dari seluler yaitu Rp11,591 triliun atau naik 13,4 persen dari sebelumnya Rp10,223 triliun.
Sementara pendapatan dari multimedia, komunikasi data dan internet naik menjadi Rp1,89 triliun atau tumbuh 3,4 persen dari Rp1,83 triliun. Sedangkan, dari telekomunikasi tetap mengalami penurunan menjadi Rp454 miliar atau turun 19 persen dari Rp561 miliar.
Kenaikan pendapatan ini membuat laba bersih perusahaan yang sebelumnya merugi Rp733,79 miliar menjadi laba sebesar Rp428,07 miliar.
Kendati demikian, perolehan laba bersih tersebut nyatanya di bawah ekspektasi pasar. Menurut Al Amin, kinerja Indosat di bawah ekpektasi 35 persen terhadap konsensus. Hal ini disebabkan karena laba kurs Indosat yang tidak mencapai ekspektasi pasar. Indosat mencatat laba selisih kurs sebesar Rp 349,52 miliar dibandingkan rugi selisih kurs yang mencapai Rp905,28 miliar per Juni 2015.
“Walaupun laba dari sebelumnya yang merugi, tetapi pertumbuhan laba tersebut tidak sesuai ekspektasi pasar. Untuk ekspektasi pasar sendiri terhadap laba bersih secara keseluruhan adalah Rp992,1 miliar,” jelasnya.
Selanjutnya, PT Smartfren Telecom Tbk juga membukukan kenaikan pendapatan menjadi Rp1,58 triliun atau sebesar 4,14 persen dari sebelumnya Rp1,51 triliun. Kenaikan ini membuat jumlah rugi perusahaan turun 22,11 persen dari Rp815,43 miliar menjadi Rp667,74 miliar.
Al Amin menyatakan masih pesimis dengan kinerja dari Smartfren. Hal ini karena bila dibandingkan dengan emiten telekomunikasi yang lain yang sudah menyediakan produk lebih unggul seperti data, maka produk Smartfren yang hanya menyediakan CDMA akan kalah. Ini juga sesuai dengan perkembangan zaman sehingga kebutuhan masyarakat semakin bertambah.
“Trennya susah kalau hanya CDMA, karena masyarakat sekarang sudah pakai 3G atau 4G. Saya pesimistis terhadap CDMA, karena masyarakat kan pilih yang cepat dan sekarang kuota data juga murah,” jelasnya.
Kenaikan pendapatan yang terjadi terhadap tiga emiten tersebut nyatanya tak diikuti oleh PT XL Axiata Tbk (EXCL). Di mana pendapatan perusahaan terlihat turun sebesar 2,19 persen menjadi Rp10,85 triliun dari Rp11,09 triliun.
Pendapatan perusahaan berasal dari data yang tumbuh 22,33 persen menjadi Rp3,56 triliun dari sebelumnya Rp2,91 triliun. Sedangkan, pendapatan dari non data turun menjadi Rp5,78 triliun atau turyn 11,41 persen dari sebelumnya Rp6,44 triliun. Kemudian ada kenaikan dari pendapatan sewa menara yaitu Rp313,49 miliar atau naik 16,66 persen dari Rp268,71 miliar.
Selanjutnya, ada penurunan dari pendapatan langganan sebesar 0,51 persen menjadi Rp163,55 miliar dari sebelumnya Rp164,4 miliar. Kendati pendapatan turun, tetapi perusahaan berhasil mencatatkan laba Rp224,74 miliar dari yang sebelumnya mengalami rugi Rp850,88 miliar.
Perolehan kinerja ini nyatanya masih di bawah ekspektasi pasar atau hanya 35 persen terhadap konsensus. Al Amin mengungkapkan hal ini tercermin dari turunnya penjualan pada semester I, sehingga tidak membuat pertumbuhan laba yang signifikan meskipun berhasil laba setelah merugi.
“Kalau berdasarkan ekspektasi, laba XL harusnya naik sampai Rp889,6 miliar,” imbuhnya.
Optimisme Hingga Akhir TahunAl Amin menilai jika dilihat secara keseluruhan, maka kinerja emiten telekomunikasi ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar yakni tumbuh 20 persen dari segi laba bersih. Ia optimistis emiten telekomunikasi dapat tumbuh secara konsisten hingga akhir tahun sebesar 20 persen.
Alasannya, prospek bisnis dari telekomunikasi masih menarik di mata pelaku pasar, terlebih sedang maraknya ponsel pintar dan e-commerce. Sehingga masyarakat akan ketergantungan dengan kebutuhan data untuk menunjang kehidupannya sehari –hari.
“Sektor ini menarik dan masih akan terus tumbuh karena masyarakat sendiri sekarang membutuhkan data dan maraknya e-commerce di mana sedang naik daun juga akan menopang penjualan emiten telekomunikasi karena orang pasti kan butuh data untuk itu,” papar Al Amin.
Namun, ada satu tantangan tersendiri bagi perusahaan operator yakni kebijakan pemerintah yang menurunkan biaya interkoneksi. Seperti diketahui, dalam Surat Edaran yang dirilis Kementerian Kominfo, dengan pola perhitungan baru itu, biaya interkoneksi untuk panggilan lokal seluler menjadi turun, dari sekitar Rp250, maka per 1 September 2016 nanti, menjadi Rp204 per menit.
Meski begitu, perusahaan telekomunikasi tak perlu begitu khawatir karena dengan penurunan biaya interkoneksi tersebut karena tentunya akan ditopang oleh volume yang semakin meningkat karena adanya penurunan biaya tersebut.
“Kalau harga turun kan volume meningkat. Jadi mungkin ada dampaknya, tapi tidak terlalu besar kok,” pungkasnya.
(gir/gen)