Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya PT Indosat Tbk mengurangi utang valuta asing (valas) terganjal pelemahan rupiah. Kejatuhan mata uang Garuda memaksa perseroan untuk menunda konversi rupiah ke dolar Amerika Serikat (AS), yang sebelumnya sudah direncanakan untuk membayar utang valas.
Direktur Utama Indosat, Alexander Rusli mengatakan komposisi utang dalam bentuk dolar AS saat ini sekitar 46 sampai 50 persen dari total utang perseroan.
Berdasarkan laporan keuangan, total liabilitas atau utang yang harus dilunasi Indosat pada semester I 2015 sebesar Rp45,1 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alex menyatakan, sebelumnya manajemen bersiap mengumpulkan rupiah untuk dikonversi ke dalam dolar AS guna restrukturisasi utangnya. Sayangya, nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini memperoleh hantaman dan menjadi loyo di hadapan dolar AS.
”Jadi kita tahan dulu konversinya. Kalau dikonversi sekarang,
loss-nya semakin besar. Makanya, kerjaan CFO (direktur keuangan) saat ini sedang berat-beratnya ini,” ujarnya di Jakarta, kemarin (30/9).
Ia mengaku belum bisa memastikan sampai kapan manajemen bakal menunda konversi. Alex memperkirakan sampai akhir tahun ini tidak akan ada perubahan aksi korporasi.
”Tergantung outlook Rupiah. Kalau tahun depan lebih memburuk, ya, kita tunggu saja sampai dua tahun lagi,” tuturnya.
Guna menjaga porsi utang, Alex menyatakan tidak akan melakukan pinjaman baru hingga akhir tahun ini. Alex mengatakan pinjaman hanya akan dilakukan untuk mengganti utang lama dengan utang baru (
refinancing).
Selain mengganjal rencana konversi utang perseroan, Alex menyatakan depresiasi nilai tukar rupiah juga berimbas pada pencanangan belanja modal atau capital expenditure (Capex) perseroan.
“Misalnya kan kalau budgetnya sekian dolar, kalau Rupiah melemah maka bisa berbeda nanti realisasinya,” tuturnya.
Alhasil, lanjut Alex, perusahaan berencana untuk menurunkan alokasi belanja modal pada tahun depan. Pertimbangannya antara lain proyek ekspansi jaringan 4G Long Term Evolution (LTE) yang sudah diselesaikan pada tahun ini.
“Kan kalau belanja modalnya berkurang, tetapi pendapatannya meningkat artinya program kerja kami efektif. Belanja modal kami mungkin akan turun ke kisaran Rp 6 triliun sampai Rp 7 triliun. Saat ini kan sekitar Rp 8 triliun sampai Rp 9 triliun,” ujarnya.
Dari sisi kinerja, hingga semester I 2015, pendapatan perseroan naik 9,16 persen menjadi Rp 10,22 triliun dibandingkan de ngan paruh pertama tahun lalu senilai Rp 9,36 triliun. Sementara, rugi bersih menyusut 34,32 persen menjadi Rp 734,59 miliar di bandingkan dengan semester I 2014 senilai Rp 1,11 triliun.
(ags)