Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak yang mengalihkan hak atas tanah, bangunan atau sahamnya yang disimpan di perusahaan cangkang atas namanya atau perusahaannya dalam rangka amnesti pajak.
Fasilitas PPh nol persen tersebut hanya diberikan bagi wajib pajak (WP) yang mengalihkan aset atau sahamnya dari perusahaan khusus yang dibentuk dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) untuk periode pengalihan paling lambat 31 Desember 2017.
Lewat dari tanggal yang telah ditentukan, pengalihan aset WP dari SPV akan dikenakan PPh sesuai dengan tarif normal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 127 /PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle, yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 23 Agustus 2016.
Dalam beleid tersebut, setiap WP berhak memperoleh amnesti pajak selama mendeklarasikan dan/atau merepatriasi asetnya ke dalam instrumen investasi yang telah ditetapkan di Tanah Air.
Aset yang dikhususkan dalam PMK tersebut adalah harta yang berada di dalam maupun di luar negeri , yang dimiliki oleh WP secara tidak langsung melalui SPV.
Sri Mulyani dalam beleid tersebut menjelaskan, SPV adalah perusahaan yang didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu demi kepentingan pendirinya, seperti pembelian dan/atau pembiayaan investasi. Namun, perusahaan SPV atau yang dikenal dengan perusahaan cangkang (offshore) tersebut sejak didirikan tidak melakukan kegiatan usaha aktif.
Dia menegaskan, WP harus mengalihkan hartanya dari SPV ke dalam negeri atas namanya atau nama perusahaannya, dengan jangka waktu paling singkat tiga tahun.
Untuk SPV yang dimiliki oleh lebih dari satu WP, perhitungan asetnya disesuaikan dengan proporsi kepemilikan saham dan utang dari masing-masing WP.
"Dalam hal WP memberikan pinjaman kepada SPV yang didirikannya, harta yang dicatat WP dan kewajiban yang dicatat SPV ditiadakan," tegas Sri Mulyani seperti dikutip dari PMK tersebut.
Sementara itu, untuk kepemilikan harta di SPV melalui penempatan dana pada pihak ketiga dengan tujuan memberi utang secara langsung maupun tak langsung kepada WP melalui SPV, maka nilai utang menjadi pengurang harta bersih yang menjadi dasar penghitungan uang tebusan.
Adapun tarif uang tebusan amnesti pajak yang harus dibayarkan WP pemilik aset di SPV sama dengan tarif deklarasi dan repatriasi dalam UU Pengampunan Pajak.
Untuk pengalihan repatriasi aset yang dilakukan WP pada tiga bulan pertama tax amnesty dikenakan tarif uang tebusan 2 persen dari tambahan penghasilan atas harta tersebut. Tarifnya naik menjadi 3 persen untuk periode pengalihan tiga bulan berikutnya (sampai 31 Desember 2016), dan menjadi 5 persen untuk tiga bulan terakhir (sampai 31 Maret 2017).
Sementara untuk WP pemilik aset di SPV yang hanya melakukan deklarasi harta tanpa repatriasi, dikenakan tarif 4 persen untuk tiga bulan pertama, 6 persen untuk tiga bulan kedua, dan 10 persen untuk tiga bulan terakhir.
(ags)