Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengatakan akan memberlakukan kembali relaksasi ekspor mineral kepada perusahaan yang belum merampungkan fasilitas pemurniannya (
smelter). Rencananya, peraturan ini akan disertakan di dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang dijadwalkan selesai akhir tahun ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan, peraturan ini dibuat demi memberikan rasa keadilan bagi semua perusahaan tambang. Pasalnya, tak semua perusahaan bisa membangun
smelter secara cepat. Terlebih, bagi perusahaan
smelter yang sedang kekurangan dana.
"Teknisnya sedang dibicarakan, tapi kami rasa ini berkeadilan. Karena ada beberapa perusahaan yang mungkin sudah membangun
smelter 25 persen, 35 persen, tetapi berhenti karena
cash flow-nya kurang. Maka dari itu, kami berikan relaksasi ekspor mineral, agar
cash flow-nya lancar dan bisa bangun
smelter," ujar Luhut di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (1/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menerangkan, relaksasi ekspor ini perlu dilakukan karena adanya kesalahan pemerintah yang lambat menerbitkan peraturan turunan dari UU Minerba. Luhut menjelaskan, peraturan turunannya baru ada di tahun 2014, atau lima tahun sesudah UU terbit.
"Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa, tapi mungkin dulu pemerintah agak teledor karena tidak ada peraturan pelaksana yang terbit setelah keluar UU Minerba. Makanya terjadi beberapa
smelter bermasalah, karena mereka berinvestasi di saat harga komoditas sedang turun," ujarnya.
Kendati demikian, relaksasi ini tak akan dilakukan secara sembarangan. Menurutnya, faktor utama yang menentukan jangka waktu dan volume relaksasi ekspor mineral adalah kemajuan pembangunan (
progress)
smelter.
Di tahap awal, pemerintah akan mendata
progress masing-masing perusahaan tambang yang membangun
smelter. Dari angka progress tersebut, tambahnya, bisa terlihat berapa lama sisa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
smelter.
"Nah, sisa jangka waktu perusahaan dalam membangun
smelter itulah yang menjadi jangka waktu relaksasi ekspor. Dan dari jangka waktu itu, kami juga bisa tentukan, berapa volume eskpor per tahun per perusahaan," tegasnya.
Kendati demikian, ia tak menjelaskan apakah ekspor ini berlaku baik untuk bijih mineral atau konsentrat. Ia hanya menyebut, ada delapan komoditas mineral yang bisa menikmati fasilitas relaksasi ekspor ini.
Selain itu, dengan adanya peraturan ini, maka Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri berpotensi tidak berlaku lagi. Pasalnya, peraturan itu menerangkan bahwa ekspor mineral dilarang per 1 Januari 2017.
Maka dari itu, ia berharap peraturan ini bisa dielaborasi lebih jauh di revisi UU Minerba. "Makanya UU Minerba harus selesai Desember," katanya.