Luhut Ngotot Harga Gas Turun Meski SKK Sebut Tak Mungkin

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 01 Sep 2016 12:50 WIB
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta Kemenperin menghitung efek pengganda jika PNBP gas diikhlaskan untuk bisa menekan harga gas bagi industri.
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta Kemenperin menghitung efek pengganda jika PNBP gas diikhlaskan untuk bisa menekan harga gas bagi industri. (CNN Indonesia/Gautama Padmacinta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyusun beberapa skenario penurunan harga gas bagi industri sebagai tindak lanjut implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016. Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan berkukuh harga gas bisa diturunkan, meski Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) memastikan tidak ada lagi komponen produksi yang bisa dihemat untuk bisa menekan harga tersebut.

Luhut mengaku telah meminta Kementerian Perindustrian untuk mencari efek pengganda (multiplier effect) ekonomi yang optimal dari beberapa opsi penurunan harga gas. Ia berharap hitungan instansi yang dipimpin Menteri Airlangga Hartarto itu bisa keluar Rabu pekan depan.

"Sekarang kami sedang membuat simulasi. Kalau gas dibuat US$6, US$5, dan US$4 per MMBTU, berapa besar nantinya pengurangan penerimaan negara. Namun, perlu dilihat juga dampaknya terhadap nilai tambah industri. Memang penerimaan berkurang, tapi kalau dampaknya bisa berlipat ya kita pilih," ujar Luhut di Gedung Kementerian ESDM, Rabu malam (31/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut ia menerangkan, tahap awal penyusunan skenario itu adalah menghitung Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) gas. Luhut menilai, harga gas industri bisa diturunkan jika pemerintah mengurangi porsi PNBP dari jatah lifting gas miliknya.

Berdasarkan kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC), pemerintah minimal mendapatkan bagian 65 persen dari produksi gas di Wilayah Kerja (WK) konvensional.

Jika sebagian jatah gas pemerintah dialokasikan demi Perpres Nomor 40 tahun 2016, maka proporsi produksi gas pemerintah yang ditujukan sebagai fungsi penerimaan, tentu akan berkurang dari 65 persen.

"Sekarang akan kami lihat, bagian produksi gas ke pemerintah itu setara berapa? Kami juga belum tahu proporsi itu akan berkurang jadi berapa, yang jelas kami lihat multiplier effect-nya," ujarnya.

Banyak Opsi

Menurut Luhut, nantinya simulasi ini tidak dihitung secara agregat industri, melainkan dihitung per sektornya. Dari perhitungan tersebut, jelasnya, nanti akan terlihat harga gas yang optimal bagi masing-masing sektor.

"Maka dari itu opsinya bisa banyak, sehingga skenarionya tak terbatas dari harga US$4 per MMBTU hingga US$6 per MMBTU saja," lanjut Luhut.

Sembari menghitung penurunan penerimaan negara, pemerintah juga akan memeriksa struktur biaya di hulu migas. Tak hanya itu, struktur biaya transportasi gas juga akan diperiksa oleh pemerintah.

Luhut menilai, beban transportasi gas di Indonesia terbilang tidak efisien. Ia mencontohkan jaringan pipa gas di sebuah daerah yang utilisasinya hanya 40 persen. Akibatnya, toll fee bisa mencapai US$7 per MMBTU.

"Padahal panjang pipanya hanya 1,6 kilometer namun toll fee-nya tinggi sekali. Saya tidak mau sebut daerahnya di mana, tapi ini kan konyol-konyolan semua. Ini harus diperbaiki, tidak bisa tidak diperbaiki," lanjutnya.

Setelah adanya simulasi perhitungan ini, ia berharap harga gas di dalam negeri bisa bersaing.

"Gas di Singapura, Korea Selatan, Jepang, termasuk di Cina rata-rata US$4. Padahal gas di Cina saja diimpor dari WK Tangguh," pungkas Luhut.

Sebagai informasi, menurut pasal 4 Perpres gas bagi industri, penurunan harga gas hanya berlaku bagi industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.

Selain itu, Menteri ESDM juga dapat menetapkan harga gas bumi tertentu jika tidak memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari US$6 per MMBTU.

Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), harga gas industri di Jawa Timur saat ini dihargai US$8,01 hingga US$8,05 per MMBTU.

Sementara itu, harga gas Jawa bagian Barat di kisaran US$9,14 hingga US$9,18 MMBTU, bahkan harganya bisa mencapai US$13,9 hingga US$13,94 per MMBTU di Sumatera Utara. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER