Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengoreksi turun usulan asumsi pertumbuhan ekonomi 2017 menjadi 5,2 persen. Tadinya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017, ekonomi diperkirakan bisa tumbuh 5,3 persen.
"Walaupun RAPBN 2017 dan Nota Keuangan kami menyebutkan (proyeksi pertumbuhan ekonomi) 5,3 persen kemungkinan proyeksi itu direvisi 0,1 persen menjadi 5,2 persen," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri Rapat Kerja (Raker) antara pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (1/9) malam.
Sebelumnya, Kemenkeu juga telah mengoreksi turun target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi di kisaran 5-5,1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor utama penyebabnya adalah pemangkasan anggaran belanja negara sebesar Rp137,6 triliun sebagai konsekuensi perkiraan kurangnya (
shortfall) penerimaan perpajakan sebesar Rp219 triliun dari target Rp1.539,2 triliun.
Sri Mulyani mengungkapkan, turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan dipicu oleh kerapuhan pertumbuhan ekonomi global dan masih tertekannya perdagangan internasional.
Harga komoditas, lanjut Sri Mulyani, diperkirakan masih akan stagnan mengingat pertumbuhan ekonomi China sebagai mesin ekonomi kedua terbesar di dunia akan melanjutkan penyesuaian ke bawah. Hal ini berdampak negatif pada perkembangan sektor komoditas domestik.
Tahun ini, ekonomi China diperkirakan masih bisa tumbuh di atas 6 persen. Namun, dalam jangka menengah, ekonomi China diyakininya hanya mampu tumbuh di kisaran 5,5 persen.
Selain itu, sinyal kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat juga perlu diwaspadai sebagai risiko di pasar keuangan dan pasar modal yang bisa mendorong aliran dana keluar dari Indonesia.
Konsumsi MasyarakatJika dirinci, konsumsi masyarakat tetap menjadi penopang perekonomian terbesar dengan proyeksi pertumbuhan di kisaran 5,1 persen. Sementara, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh 4,8 persen atau turun dari proyeksi sebelumnya, 5,4 persen.
Berikutnya, investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) diperkirakan hanya akan tumbuh di kisaran 6,1 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, 6,4 persen.
Padahal, menurut Sri Mulyani, investasi harus tumbuh dua digit, 10-11 persen, jika ingin pertumbuhan ekonomi yang sehat dan bebas risiko tumbuh di luar kapasitasnya (
overheating) yang bisa memicu inflasi.
Proyeksi pertumbuhan ekspor dan impor juga dipangkas dari, masing-masing, 1,1 persen dan 2,2 persen menjadi 0,4 persen dan 0,8 persen. Hal ini akan berdampak negatif pada penerimaan perpajakan negara.
Lebih lanjut, rapat malam tadi belum menghasilkan kesepakatan asumsi makro yang akan disampaikan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR. Pemerintah dan Komisi XI DPR harus membentuk Panitia Kerja guna membahas asumsi makro lebih lanjut pada Senin (5/9). Setelah itu, hasil pembahasan Panja akan dibahas kembali oleh pemerintah dan Komisi XI DPR dalam Rapat Kerja.
Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng menyatakan, revisi pertumbuhan ekonomi yang dilakukan Sri Mulyani merupakan sudut pandang Menkeu. Dalam pembahasan lanjutan, Komisi XI DPR dan pemerintah tetap akan berangkat dari target ekonomi yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Nota Keuangan 2017 sebelumnya yaitu 5,3 persen.
"Setelah dibahas di Panja, asumsi pertumbuhan ekonomi 2017 bisa turun. Bisa 5,1 persen, bisa 5 persen," jelas Melchias usai menutup rapat.
Berikut usulan asumsi makro yang disampaikan Kemenkeu dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Komisi XI DPR:
1. Pertumbuhan ekonomi: 5,2 persen
2. Inflasi: 4 persen
3. Tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan: 5,3 persen.
4. Nilai Tukar Rupiah: Rp13.300 per dolar Amerika Serikat.
(gen)