Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) memperkirakan transisi pengelolaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie ke PT Pertamina (Persero) bisa mengganggu produksi minyak sebanyak 11.500 barel per hari (bph) sepanjang 2017 mendatang.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menghitung, penurunan produksi wilayah kerja migas di Selat Makasar selama masa peralihan tersebut setara 17,88 persen dari rata-rata produksi minyak Mahakam saat ini dari 64.300 bph jadi 52.800 bph.
"Selain blok Mahakam, ada juga blok Sanga-Sanga yang bisa mempengaruhi
lifting minyak ke depannya. Blok Sanga-Sanga sendiri akan habis PSC-nya di tahun 2018," kata Amien, Senin (5/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gangguan produksi Mahakam tersebut berbeda dengan keyakinan yang disampaikan manajemen Pertamina sebelumnya.
Baca juga:
Pertamina Butuh Rp19,82 Triliun untuk Jaga Produksi Mahakam
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menyatakan perseroan bakal mengebor 19 sumur eksplorasi dan produksi di blok Mahakam demi menjaga agar produksinya tidak merosot karena beralih pengelolaan mulai 2018 nanti.
Namun, Dwi menyebut untuk bisa menciptakan sumur-sumur baru, Pertamina butuh Rp19,82 triliun atau US$1,5 miliar yang tentunya tidak sedikit.
Selain itu, Pertamina juga harus menyuntik dana tersebut melalui Total E&P Indonesie yang sampai tahun depan masih menjadi kontraktor Mahakam. Sementara, Total belum menyanggupi permintaan tersebut karena belum adanya payung hukum untuk mengerjakan proyek pengeboran sesuai kebutuhan Pertamina dengan menggunakan duit Pertamina.
Menurut data SKK Migas, realisasi
lifting blok Mahakam tercatat sebesar 208,9 BOEPD sampai semester I 2016.
(gen)