Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Petroleum Association (IPA) mengaku gembira dengan guyuran insentif eksplorasi migas melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010. Asosiasi berharap arus investasi di sektor hulu migas juga bisa kembali pulih pasca insentif ini diberikan.
Direktur IPA Sammy Hamzah mengaku kaget dengan banyaknya insentif yang disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Karena menurutnya, penghapusan pajak eksplorasi memang selalu menjadi momok bagi investasi migas di Indonesia.
"Saya rasa penghapusan beberapa pajak ini sangat positif sekali. Apalagi, ada beberapa insentif yang berupa non-fiskal. Saya agak kaget kalau memang Menteri Keuangan mengatakan hal demikian," ujar Sammy, Jumat (23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, insentif eksplorasi ini juga seharusnya bisa menggugah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mengikuti lelang 14 Wilayah Kerja (WK) Migas yang kini sedang digelar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jika lelang berjalan dengan baik, maka kesempatan mencari cadangan migas di dalam negeri semakin besar.
Sammy menyebut, potensi cadangan migas Indonesia dari segi geologi terbilang baik dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. Jika ditambah dengan insentif yang bagus, maka rasio kesuksesan eksplorasi bisa meningkat, sehingga pamor Indonesia sebagai destinasi investasi migas bisa menanjak.
Namun, ia tidak bisa memprediksi besaran angka investasi migas yang bisa ditarik kedepannya.
"Jadi kalau memang permasalahan yang dihadapi selama ini yang diyakini sebagai akibat dari PP 79, saya yakin itu bisa memperbaiki posisi Indonesia terhadap posisi negara negara tetangga lainnya," tambahnya.
Kendati demikian, ia sangsi tingkat pengembalian internal (
Internal Rate of Return/IRR) antar lapangan migas bisa disamaratakan sebesar 15,16 persen dengan disediakannya lima insentif tersebut oleh pemerintah. Pasalnya, kesulitan tiap lapangan migas berbeda, sehingga pasti keekonomian tiap lapangan juga berbeda-beda.
"IRR sendiri kan masing-masing proyek berbeda, jadi saya tidak berani kasih komentar lebih," tambahnya.
Sebagai informasi, pemerintah baru mengumumkan beberapa insentif eksplorasi migas melalui revisi PP 79 tahun 2010 yang mencakup lima poin diantaranya:
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, PPN dalam negeri, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan bea masuk pada masa eksplorasi ditanggung pemerintah.
2. Fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi demi meningkatkan keekonomian proyek, yang mencakup PPN impor, PPN dalam negeri, PBB, dan bea masuk.
3. Pembebasan Pajak Penghailan (PPh) pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (
cost sharing) oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya
overhead kantor pusat.
4. Kejelasan fasilitas non fiskal seperti
investment credit, percepatan depresiasi, dan
Domestic Market Obligation (DMO)
Holiday.
5. Diberlakukannya sistem
sliding scale, di mana pemerintah mendapatkan bagi hasil lebih apabila terdapat
windfall profit.
Menurut data Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), investasi migas sepanjang semester I 2016 tercatat sebesar US$5,65 miliar. Angka itu merosot 27 persen secara tahunan (
year on year) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$7,74 miliar.
Sebanyak US$5,51 miliar, atau 97,5 persen dari investasi, masih digelontorkan untuk blok-blok eksploitasi. Sementara itu, US$141 juta sisanya dikeluarkan untuk blok-blok yang masih dalam tahap eksplorasi.
(gen)