Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEBUI) menilai pemerintah perlu memangkas batasan tarif cukai rokok dari semula berjumlah 12 golongan menjadi dua golongan saja.
Kepala LD FEBUI Turro Wongkaren mengungkapkan, pemangkasan batasan tarif tersebut akan membuat variasi harga rokok menjadi sangat terbatas, sehingga harga rokok di pasaran akan menjadi sama tinggi.
"Saat ini, variasi tarif rokok di pasar memungkinkan perokok mengalihkan konsumsi rokoknya dari rokok mahal ke rokok yang lebih murah. Ini tidak membuat perokok menjadi berhenti merokok. Jadi, batasannya yang harus dikurangi, sehingga harga rokok sama tinggi," ujarnya, Selasa (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wakil Kepala LD FEBUI Abdillah Ahsan, pemerintah hanya perlu memasang batasan satu tarif untuk rokok mesin dan kretek tangan golongan produksi besar, dan tarif untuk rokok kretek tangan golongan produksi menengah dan kecil.
Secara rinci, ia bilang, pemangkasan golongan tarif cukai rokok dapat dilakukan pemerintah secara bertahap. Tahun ini, tetap berlaku 12 golongan tarif cukai. Tahun berikutnya dikurangi jadi sembilan golongan, lalu di 2018 menjadi lima golongan. Pemangkasan dilanjutkan menjadi empat golongan tarif di 2019, tiga golongan tarif di 2020, hingga akhirnya menjadi dua golongan tarif di 2021.
"Tentu perubahan ini tidak dilakukan dengan mendadak, tetapi diterapkan bertahap selama lima tahun," terang Abdillah.
Strategi ini dinilai efektif memangkas jumlah perokok di Indonesia. Apalagi, kebijakan ini sendiri telah diterapkan oleh negara tetangga, yakni Filipina, dalam mengontrol konsumsi rokok masyarakat.
"Filipina sudah memangkas batasan tarif rokok dari empat tingkat menjadi satu tingkat saja, dan akan diterapkan pada tahun 2017 mendatang," tutur Wakil Dekan I FEBUI Betha Yulianita Gutaharie.
Kemudian, sambung dia, pada 2018 mendatang, pemerintah Filipina berencana meningkatkan cukai rokok sebesar 4 persen per tahun yang nantinya akan disesuaikan dengan inflasi Filipina.
Sehubungan dengan inflasi, LD FEBUI juga mendukung pengenaan cukai rokok di atas angka inflasi ditambah angka pertumbuhan ekonomi. Bahkan, Betha mengamini perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) supaya tarif cukai dikenakan sampai 70 persen dari harga jual eceran rokok dengan sistem cukai spesifik.
"Ini agar harga rokok menjadi tidak terjangkau dan perokok tidak dapat pindah rokok apabila semua rokok serempak mahal. Di sisi lain, penerimaan negara juga meningkat," imbuh Betha.
LD FEBUI juga mengingatkan pemerintah untuk mengambil seribu langkah terkait pendataan dan pendaftaran rokok ilegal. Sehingga, rokok ilegal yang dijual murah tidak menjadi jalan keluar bagi perokok.
"Perlu juga administrasi terhadap rokok ilegal yang dijual dengan harga murah, sehingga perokok semakin terbatas dan negara dapat tambahan penerimaan dari rokok ilegal," pungkasnya.
(bir/gen)