Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) optimistis penguatan rupiah akan berlanjut seiring derasnya aliran masuk dana repatriasi peserta amnesti pajak.
Berdasarkan catatan BI, aliran modal masuk hingga September tahun ini telah menembus Rp151 triliun. Realisasi tersebut hampir tiga kali lipat dari perolehan sepanjang tahun lalu yang hanya sekitar Rp55 triliun.
Berdasarkan kurs tengah BI, rupiah menyentuh level Rp12.925 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga sesi perdagangan siang ini, Kamis (29/9). Rupiah sejauh ini telah menguat hampir 3 persen sejak awal September (Rp13.269 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Faktor domestik yang positif ini lebih kuat dari perkiraan saya dan itu akan membuat rupiah makin apresiatif,” ujar Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (29/9).
Dari sisi global, lanjutnya, debat calon Presiden Amerika Serikat (AS) antara Hillary Clinton dan Donald Trump yang berlangsung minggu ini juga turut memberikan efek positif pada penguatan rupiah.
Kendati demikian, Perry mengingatkan, masih ada risiko kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Federal Reserve) ke depan yang bisa membalikan keadaan.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah akan terus memonitor perkembangan nilai tukar rupiah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016, asumsi rupiah dipasang pemerintah pada level Rp13.500 per dolar AS.
“Kita harus terus melihat sisi positif maupun sisi negatif dan menjaga sampai akhir tahun untuk bisa menyelesaikan APBN dengan baik,” ujarnya.
Dari sisi perekonomian secara umum, penguatan rupiah akan menurunkan ekspektasi inflasi yang bersumber dari barang impor sehingga daya beli masyarakat meningkat.
Namun, dari sisi pengelolaan anggaran negara, lanjutnya, penguatan rupiah bakal menurunkan penerimaan sektor minyak dan gas.
“Penerimaan negara terutama yang berasal dari migas akan agak menurun dengan penguatan rupiah,” ujarnya.
(ags/gen)