Pertamina Belum Siap, PSC East Natuna Batal Diteken September

CNN Indonesia
Jumat, 30 Sep 2016 19:48 WIB
Pertamina tidak siap langsung menggarap blok East Natuna, jika PSC diteken pada September 2016 ini.
Pertamina tidak siap langsung menggarap blok East Natuna, jika PSC diteken pada September 2016 ini. (Dok. Pertamina).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) pertama bagi Wilayah Kerja (WK) East Natuna tidak selesai diteken sesuai waktu yang dijanjikan, yaitu September 2016.

Kementerian ESDM mengatakan, calon Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) East Natuna yaitu PT Pertamina (Persero) tidak siap dengan beberapa syarat dan ketentuan (Terms and Condition) WK yang tercantum di dalam draf PSC yang disodorkan pemerintah.

Tunggal, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menyebut, salah satu Terms and Condition yang dimentahkan Pertamina, terkait kesiapan mereka untuk langsung menggarap blok East Natuna setelah PSC ditandatangani.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka (Pertamina) tidak mau kita push untuk langsung mengerjakan setelah penandatanganan. Mereka masih belum bisa komitmen, umpama dalam satu hingga dua tahun ke depan harus sudah bisa mengebor," tutur Tunggal di kantornya, Jumat (30/9).

Ketidaksiapan itu, karena Pertamina masih melakukan pengeboran lain dan studi seismik terkait besaran cadangan pasti di blok East Natuna. Pasalnya, Pertamina dan anggota konsorsium lainnya baru melakukan studi di sebagian WK saja.

Namun sampai saat ini, KKKS dan anggota konsorsiumnya belum memastikan kapan kajian tersebut bisa selesai. Sehingga, tak bisa ditentukan kapan PSC bisa ditandangani.

"Untuk mengembangkan, mereka kan masih perlu waktu untuk kajian. Katanya assessment cadangan masih belum clean karena baru satu sumur. Apalagi pengembangannya lebih susah di laut, perlu waktu," tutur Tunggal.

Porsi Bagi Hasil

Kendati cadangannya belum pasti, ia mengatakan bahwa Pertamina sudah setuju terkait bagi hasil (split) dengan pemerintah. Adapun menurut draf PSC, bagian KKKS untuk produksi minyak dipatok sebesar 40 persen dan gas sebesar 45 persen.

Di samping itu, pemerintah tetap ingin PSC dilakukan dua kali, di mana masing-masing kontrak mengatur produksi minyak dan gas. Namun Tunggal menyebut, ExxonMobil sebagai salah satu anggota konsorsium, menolak apabila PSC dilakukan secara dua kali.

"Pemerintah wacananya kan kalau ada minyak, bisa tidak dikembangkan dulu. Karena kalau menunggu gas, itu sangat lama karena infrastrukturnya kan banyak. Maka dari itu, bisa nggak dikembangkan dulu struktur minyaknya paling tidak, agar di sana ada kegiatan," ujarnya.

Oleh karenanya, ia tak yakin PSC bisa dilakukan tahun ini. "Saya tidak bisa meyakinkan, tergantung Pertamina," jelasnya.

Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menjelaskan, setidaknya ada enam tantangan dalam pengembangan blok East Natuna yang kini menjadi perhatian perusahaan. Berbagai persoalan ini, lanjut Wianda, berakar dari tingginya kadar karbon dioksida (CO2) di East Natuna sebesar 72 persen.

Tantangan itu terdiri dari pengembangan sumur yang meliputi dua pekerjaan, penyediaan fasilitas pemrosesan khusus bagi karbon dioksida, pembangunan konstruksi fasilitas pemrosesan terapung dengan lama pengerjaan sembilan tahun, dan persiapan area khusus penyimpanan karbon dioksida.

Selain itu, dua masalah lain muncul dari sisi komersial, yaitu jauhnya letak lapangan migas dari pasar dan minimnya produksi gas yang bisa dijual meski cadangannya besar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER