Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengusulkan tambahan alokasi dana cadangan risiko fiskal tahun depan, dari awalnya Rp5 triliun di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 menjadi Rp9 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani menerangkan dana cadangan risiko fiskal tersebut ditambah guna mengantisipasi perubahan asumsi fiskal, seperti perubahan harga minyak, produksi minyak dan gas, serta biaya penggantian (
cost recovery) eksplorasi migas.
Selain itu, jelasnya, dana siaga tersebut juga bisa dipakai jika ada kebijakan efisiensi anggaran yang terhambat, misalnya seperti tertundanya pengetatan penyaluran subsidi energi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketiga, dana cadangan itu juga untuk mengendalikan defisit (anggaran). Kalau defisit kita naik, dana cadangan ini digunakan," kata Askolani saat ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (4/10).
Penambahan dana cadangan risiko fiskal, lanjut Askolani, berkembang dalam proses politik anggaran di parlemen terkait kesepakatan sementara dana cadangan belanja sebesar Rp40,23 triliun. Dari pagu tersebut, sebanyak Rp4,3 triliun dialokasikan untuk menambah dana cadangan risiko fiskal.
Menurutnya, dana cadangan belanja itu diperoleh dari kenaikan asumsi produksi siap jual (
lifting) minyak serta pemangkasan cost recovery. Target lifting minyak disepakati naik dari dari usulan awal 780 ribu barel menjadi 815 ribu barel. Sementara pagu cost recovery diturunkan dari usulan US$11 miliar menjadi US$10,4 miliar.
"Kalau (dana cadangan risiko fiskal) kekecilan tidak bagus, kebesaran juga tidak bagus," ujarnya.
Tahun ini, kata Askolani, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp5 triliun untuk dana cadangan risiko fiskal. Adapun penggunaannya baru akan dilakukan pada akhir tahun.
"Itu bisa digunakan untuk penghematan atau kemudian dipakai jika ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini akan diputuskan di penghujung tahun," ujarnya.
(ags)