OJK: Risiko Bisnis Tambang Picu Kredit Macet Perbankan

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 13 Okt 2016 12:12 WIB
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL gross bank umum naik, dari 3,18 persen menjadi 3,2 persen.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad dalam peresmian pilot project penyaluran bantuan sosial melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meningkatnya risiko bisnis di sektor perbankan memicu kenaikan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NPL gross bank umum naik, dari 3,18 persen menjadi 3,2 persen.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menuturkan penyebab utama kenaikan NPL perbankan pada Agustus lalu adalah rasio kredit bermasalah di sektor pertambangan yang melonjak hingga menembus level  4 persen. Selain itu, tingginya rasio NPL perbankan juga disebabkan warisan kredit macet tahun lalu yang belum direstrukturisasi oleh beberapa bank.  

"NPL itu kan sisa 2015 terutama datang dari sektor pertambangan dan terkait dengan itu misal sewa menyewa alat berat tranportasi dan sebagainya," ujar Muliaman, Kamis (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, Muliaman masih cukup percaya diri kenaikkan NPL tidak akan mempengaruhi kinerja perbankan. Rasio bantalan permodalan perbankan yang cukup kuat dinilai masih mampu meredam dampak dari kredit macet.

Hal tersebut ditunjukan dengan rasio kecukupan modal bank (CAR) yang sudah mencapai 23 persen atau jauh dari ketentuan Basel III yang mewajibkan CAR hingga 13 persen. Permodalan yang kuat tersebut juga mampu menekan rasio NPL secara bersih (nett) menjadi 1,4 persen.

"Tapi yang penting bank sudah membentuk percadangan yang memadai. Jadi jangan khawatir kapasitas bank untuk menyerap risiko itu semua sudah disiapkan," jelasnya.

Sementara dari segi penyaluran kredit, OJK mencatat tidak ada perubahan signifikan antara pertumbuhan Agustus dari bulan-bulan sebelumnya, yakni di kisaran 6-7 persen secara year on year dan 2,8 persen secara year to date.

"Pertumbuhan kredit rupiah cukup menggembirakan. Kami berharap ini jadi lokomotif karena ini merefleksikan ekonomi domestik dan kegiatan berbasis domestik tetap berkembang terbukti dari pertumbuhan kredit dalam rupiah lebih tinggi dibanding periode yang lalu," jelasnya. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER