DPR Desak Pemerintah Usut Dugaan Kecurangan Pajak Ford

CNN Indonesia
Sabtu, 15 Okt 2016 17:16 WIB
Ford diduga memodifikasi mobil tujuh kursi menjadi 10 kursi sebelum melakukan impor ke Indonesia dan mengembalikannya menjadi tujuh kursi saat akan dijual.
Varian Ford Everest tujuh kursi di Indonesia masuk dalam golongan barang mewah yang mesti diikat pajak 40 persen. Sementara, kendaraan dengan kapasitas 10 kursi hanya dikenakan pajak impor 10 persen. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Melchias Marcus Mekeng mendesak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) untuk tidak hanya fokus mencari cara memungut pajak dari perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) Google.

Pasalnya belakangan ternyata juga muncul dugaan kecurangan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang dilakukan PT Ford Motor Indonesia atas impor mobil jenis Everest ke Indonesia.

Melchias menegaskan, DPR mendukung 100 persen langkah DJP dalam mengusut penyimpangan yang dilakukan oleh wajib pajak (WP) di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Siapapun di negara ini apalagi dia wajib pajak yang melanggar aturan apalagi tidak mau membayar pajak harus ditindaklanjuti,” kata Melchias, dikutip Sabtu (15/10).

Ia menambahkan, jika terbukti Ford melakukan kecurangan maka tindakan tersebut masuk hitungan pelanggaran Undang-Undang.

Anggota Komisi XI DPR Mukhammad Misbakhun ikut mendesak instansi yang dipimpin Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk menyelidiki dugaan kecurangan pajak oleh Ford. Ia menduga modus yang dilakukan perusahaan tersebut serupa dengan kasus yang dilakukan Agen Pemegang Merek (APM) Subaru. Bedanya jika Subaru memanipulasi spek mesin, Ford mengakali pajak dengan mengubah spesifikasi tempat duduk.

“DJP perlu meneruskan penyelidikan mengenai dugaan itu. Butuh kerjasama antara DJP dan Bea Cukai untuk masalah ini,” ucap Misbakhun.

Ia menambahkan, kasus manipulasi pajak oleh Ford ini dapat berpotensi merusak iklim investasi dan juga kepada pabrikan mobil tersebut.

“Bukan hanya bisa jadi preseden buruk tapi bisa berpengaruh ke citra dan nama baik Ford itu sendiri,” tandasnya.

Dikutip dari Reuters, Ford diduga melakukan modifikasi mobil tujuh kursi menjadi 10 kursi sebelum melakukan impor ke Indonesia dan mengembalikannya menjadi tujuh kursi saat akan dijual di dalam negeri. Modifikasi itu diduga dilakukan dalam kurun waktu 2007 hingga 2014.

Varian Ford Everest tujuh kursi di Indonesia masuk dalam golongan barang mewah yang mesti diikat pajak 40 persen. Sementara, kendaraan dengan kapasitas 10 kursi hanya dikenakan pajak impor 10 persen.

Mengutip harga jual Ford Everest Rp295 juta pada 2011, maka seharusnya jumlah pajak yang dibayarkan ke nagara adalah Rp118 juta per unit. Namun jika dikenakan pajak hanya 10 persen, maka perusahaan otomotif Amerika Serikat (AS) itu cukup membayar Rp29,5juta per unit yang artinya, ada selisih pajak Rp88,5 juta per unit.

Jika penjualan Everest pada tahun 2011 adalah 1.639 unit, maka Ford memiliki kekurangan bayar pajak Rp145 miliar pada tahun tersebut.

Jumlah total kewajiban Ford tersebut seperlima dari perkiraan total tagihan kasus pajak Google di Indonesia yang mencapai sekitar Rp5 triliun.

Adapun ancaman pidana yang bisa menjerat Ford jika dugaan itu terbukti adalah Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam Pasal 39, sanksi terhadap pelanggaran pajak itu adalah hukuman penjara 3 tahun dan denda empat kali dari pajak yang tidak dibayar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER