Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati sementara target pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,1 persen. Target tersebut lebih rendah dari usulan awal pemerintah 5,3 persen dalam Rancangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, target baru pertumbuhan ekonomi 2017 itu merupakan yang paling realistis dibandingkan prediksi sebelumnya di RAPBN 2017.
"Ini suatu proyeksi yang dianggap realistis agar kemudian tidak menimbulkan spekulasi dari postur RAPBN 2017, itu suatu langkah kemajuan yang baik," ungkap Sri Mulyani di kompleks parlemen, Selasa (25/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, revisi turun pertumbuhan ekonomi itu dibarengi dengan penyesuaian target penerimaan dan belanja negara. Dengan demikian, diharapkan defisit fiskal dapat dikendalikan pada level yang aman.
"Ini ditujukan untuk menjaga momentum ekonomi, terutama pada saat kondisi perekonomian global, terutama perdagangan internasional masih sangat lemah. Sehingga memang didesain dalam jumlah tingkat belanja negara digunakan untuk mengurangi tekanan yang berasal dari luar dan pada saat yang sama memperbaiki fondasi perekonomian Indonesia," jelas Sri Mulyani.
Sejalan dengan itu, lanjutnya, alokasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan transfer ke daerah akan disesuaikan.
"Sementara penerimaan negara kita juga tetap ambisius dengan memacu pertumbuhan penerimaan perpajakan sekitar 12 persen sampai 15 persen," tegas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai penurunan target pertumbuhan ekonomi ini merupakan imbas dari revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang dipangkas menjadi 3,1 persen.
"Ketika revisi ekonomi dunia diturunkan menjadi 3,1 persen, dapat dipahami kalau di Indonesia pun recovery-nya masih akan memakan waktu sehingga diturunkan menjadi 5,1 persen," jelas Agus.
Namun begitu, ia masih berharap realisasi pertumbuhan ekonomi 2017 dapat melebihi realisasi tahun ini, yang ditargetkan 5,1 persen.
"Kita melihat fundamental ekonomi kita membaik, terlihat dari inflasi, stabilitas nilai tukar, transaksi berjalan yang di tahun 2016 ini bisa di bawah 2 persen," paparnya.
Untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 2017, Mantan Menteri Keuangan itu mewaspadai sejumlah tantangan, baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
Dari luar negeri, ia mengatakan rencana Bank Sentral Amerika Serikat menaikan suku bunga acuan akan menjadi indikator yang krusial.
"Yang utama adalah di tahun 2016 ada kenaikan Fed Fund Rate. Di tahun 2017 juga ada lagi kenaikan Fed Fund Rate. Ini sesuatu yg perlu kita waspadai," imbuh Agus.
Kemudian, lanjutnya, pemerintah juga perlu memperhatikan laju pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang yang melambat. "Seperti Amerika Serikat yang pertumbuhan ekonominya dikoreksi turun. Kemudian, Eropa dan India justru dikoreksi naik. Jadi, perlu diwaspadai adalah pertumbuhan ekonomi 2017 di dunia masih tetap buruk," ujar Agus.
Selanjutnya, Agus juga mengingatkan potensi imbas dari tren penurunan harga komoditas yang masih akan berlanjut. BI mencatat, sepanjang tahun ini (year to date) harga beberapa komoditas naik lebih dari 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan diharapkan berimbas positif bagi kinerja ekspor nasional.
"Konsumsi swasta itu sudah mulai membaik, tapi tantangan utama kita adalah investasi swasta dan kalau investasi swasta bisa cepat bangkit, ini akan banyak membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia," tandasnya.
Terkait harga barang dan jasa, ia menekankan pentingnya menjaga tingkat inflasi sesuai dengan target empat plus/minus satu persen. Untuk itu, perlu kewaspadaan terhadap pergerakan harga sejumlah komoditas yang diatur oleh pemerintah, seperti tarif listrik yang akan kembali dinaikan pad atahun depan.
"Di tahun 2017, akan ada penyesuaian harga listrik untuk kapasitas 900 Volt Ampere (VA) dan 450 VA Ini kalau tidak dikelola dengan baik bisa menekan inflasi," ucapnya.
(ags)