Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengingatkan, rencana kenaikan reguler tarif listrik golongan terendah (450 VA dan 900 VA) akan mengerek inflasi tahun depan.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, tarif listrik memiliki bobot yang cukup signifikan terhadap kontribusi inflasi. Berdasarkan hitungan bank sentral, kenaikkan tarif listrik bisa menyumbang 0,8-1 persen terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK).
"Kalau menurut hitungan BI dampak ke IHK-nya itu paling hanya 80-100 basis poin (bps). Itu dampaknya terbatas. Tetapi untuk inflasi inti (
core inflation), tidak akan berdampak, sehingga menurut BI ini masih
under control," ujar Mirza, Jumat (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun depan, kata Mirza, BI menargetkan inflasi berada di kisaran 3-5 persen. Rentang target inflasi tersebut telah memperhitungkan potensi dampak dari kenaikkan tarif listrik.
"Tahun depan inflasinya juga bisa sekitar di bawah 4 persen. Kalau ditambah dengan kenaikkan harga listrik memang akan ada di atas 4 persen untuk IHK ya. Tapi kalau untuk inflasi inti, bisa di bawah 4 persen," jelasnya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah kembali memangkas alokasi anggaran untuk subsidi tahun depan menyusul rencana penyaluran tertutup bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan LPG 3 kilogram, serta pengurangan jumlah pelanggan listrik berdaya rendah.
Langkah-langkah yang akan diambil antara lain, dengan membatasi penggunaan listrik golongan R1 atau berdaya 450 Volt Ampere (VA) hanya untuk 9,1 juta pelanggan. Demikian pula dengan penggunaan listrik golongan R2 atau berdaya 900 VA, pemerintah membatasi hanya untuk 4,05 juta pelanggan saja.
Salah satu strategi untuk menghemat subsidi adalah dengan menaikkan tarif listrik berdaya rendah (450 VA dan 900 VA) untuk pelanggan yang dianggap mampu dan tidak berhak lagi disubsidi, sebanyak tiga kali setiap dua bulan mulai tahun depan.
Menanggapi rencana tersebut, Mirza mengapresiasi kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya, penyaluran subsidi energi yang tidak tepat sasaran memang sudah saatnya secara perlahan dikurangi untuk menyehatkan fiskal pemerintah.
"Jadi memang secara perlahan subsidi itu memang harus dikurangi. Supaya APBN-nya sehat sehingga subsidi yang tertinggal adalah subsidi yang sifatnya langsung kepada penerimanya," jelasnya.
(ags)