Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) kembali didorong masuk ke dalam perusahaan induk pelat merah di sektor energi untuk bergabung dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang sudah lebih dulu disiapkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero).
Menurut Direktur Indonesia Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara, penggabungan PLN ke Pertamina sebagai koordinator
holding BUMN energi akan membuat biaya produksi listrik ke seluruh Indonesia menjadi lebih murah.
Pasalnya Pertamina melalui anak usahanya, yaitu PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sudah mengoperasikan banyak sumur panas bumi di berbagai wilayah Indonesia yang selama ini memasok uap ke Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dikelola PLN maupun dioperasikan sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sekitar 65 persen biaya yang dikeluarkan untuk produksi listrik berasal dari energi primer seperti solar, gas, dan batubara. Pemerintah seharusnya berperan untuk mengatur harga energi ke PLN agar bisa lebih murah, salah satunya melalui panas bumi,” ucap Marwan, dikutip Senin (31/10).
Bergabungnya PLN ke Pertamina dalam skema
holding BUMN sektor energi juga dinilainya lebih ideal dibandingkan rencana PLN mengakuisi saham PGE sebanyak 50 persen.
Selain bisa mendapatkan harga panas bumi lebih murah karena menjualnya ke sesama anak usaha Pertamina sebagai induk usaha, penggabungan tersebut juga akan mempermudah PLN mendapat pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang juga dibutuhkan PLN untuk memproduksi listrik.
Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria, menganggap
holding energi di bawah induk Pertamina merupakan hal wajar karena memiliki aset dan penghasilan paling besar.
“Bila Pertamina ditunjuk sebagai
holding energi dimana di bawahnya termasuk PLN ya nggak ada masalah, karena
holding kan sifatnya hanya mengkoordinir. Sekarang butuh payung hukum bahwa Pertamina merupakan induk
holding energi yang membawahi migas, listrik, panas bumi, dan lain-lain,” imbuh Sofyano.
(gen)