Uji Materi Tax Amnesty Berlanjut, Pemerintah Dituding Malas

Safyra Primadhita | CNN Indonesia
Senin, 31 Okt 2016 20:42 WIB
Saksi ahli pemerintah menilai amnesti pajak merupakan solusi cepat untuk mengatasi masalah keterbatasan fiskal di tengah perlambatan ekonomi.
Perang argumen kembali mewarnai persidangan uji materi Undang-Undang Pengampunan Pajak di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin (31/10).(CNnIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perang argumen kembali mewarnai persidangan uji materi Undang-Undang Pengampunan Pajak di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin (31/10).

Saksi ahli pemerintah berkeras, kebijakan amnesti pajak merupakan solusi cepat untuk mengatasi masalah keterbatasan fiskal di tengah penurunan kinerja ekspor dan perlambatan ekonomi.  

Sementara itu, kuasa hukum penggugat Undang-Undang Pengampunan Pajak dari kaum buruh, Egi Sudjana menilai, “cara tax amnesty ini adalah cara pemerintah pemalas dan mentalnya koruptif.”
 
Dalam sidang tersebut, pemerintah menghadirkan empat orang saksi ahli yaitu ekonom dan Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam, dan Guru Besar Ilmu Administrasi Pajak Universitas Indonesia (UI) Gunadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam persidangan, keempat saksi sepakat bahwa kebijakan amnesti pajak merupakan langkah yang bisa diterima guna meningkatkan penerimaan dan basis pajak dalam jangka pendek. Pasalnya, selain data perpajakan pemerintah masih terbatas, kondisi ekonomi nasional dan global tengah melambat yang tergambar dari anjloknya ekspor.

“Dari kaitannya dengan penurunan pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh Pak Chatib [Chatib Basri], khususnya kelapa sawit dan batubara ekspornya menurun,  lalu kenapa kesimpulannya mengambil tax amnesty?,” kata Egi menanggapi.

“Kenapa tidak Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian digenjot cara kerjanya untuk bagaimana nilai ekspornya bisa lebih baik? Padahal kabinetnya, kabinet kerja,” tambahnya.

Selain itu, menurut Egi, program amnesti pajak juga memenuhi tiga syarat tindakan korupsi, yaitu perbuatan yang melanggar hukum karena dianggap memberikan perlindungan pada koruptor, merugikan negara karena negara tidak bisa mendapatkan pendapatan yang seharusnya dari upaya penegakan hukum, serta memperkaya diri dan harta orang lain.

“[Dengan tarif tebusan] dua persen saja dapat Rp97 triliun apalagi didukung dengan situasi penegakan hukum yang benar?Kenapa bangga dengan dapat Rp97 triliun,” tutur Egi.

Menanggapi hal itu, Chatib mengingatkan bahwa saat ini kondisi perekonomian global melambat sehingga permintaan ekspor menurun. Tak hanya itu, harga komoditas juga masih tertekan sehingga akan sulit memaksakan ekspor naik.

“Menteri Perdagangan kita rajin pun tidak dapat pendapatan. Mau tidak korup, mau rajin, apapun yang dilakukan, ketika pertumbuhan ekonomi global mengalami penurunan secara tajam mau tidak mau penerimaan menurun,” tutur Chatib di tempat yang sama.

Idealnya, lanjut Chatib, penerimaan negara tidak hanya mengandalkan ekspor komoditas. Namun, untuk membangun industri manufaktur sebagai sumber penerimaan negara yang potensial memerlukan waktu yang tak singkat. Sementara, pemerintah punya urgensi untuk menyelamatkan fiskal tahun berjalan akibat turunnya penerimaan.

Di tempat yang sama, Yustinus menambahkan, target penerimaan pajak dalam dua tahun terakhir meningkat 30 persen dari realisasi setiap tahunnya.

Menurutnya, cara paling cepat untuk mendongkrak penerimaan pajak dalam kondisi itu adalah dengan menagih orang yang selama ini telah patuh membayar pajak (intensifikasi), dibandingkan harus menagih atau mengejar wajib pajak baru (ekstensifikasi).

Namun, ia mengakui kebijakan intensifikasi pajak justru  menciptakan ketidakadilan dan membebani wajib pajak yang selama ini sudah patuh membayar.

Karenanya, kata Yustinus, pemerintah punya justifikasi untuk mengimplementasikan program amnesti pajak demi mendongkrak penerimaan, menjangkau wajib pajak yang selama ini belum patuh, dan menambah basis pajak dalam waktu singkat.

Ke depan, lanjutnya, pemerintah harus benar-benar menjadikan amnesti pajak sebagai langkah awal dalam reformasi perpajakan. Kalau tidak, pemerintah akan kehilangan momentum dari kepercayaan masyarakat dalam memperbaiki iklim perpajakan di Indonesia.

Sebagai informasi, sidang lanjutan tuntutan uji materi UU Pengampunan Pajak akan kembali digelar pada Kamis, 3 November 2016 mendatang. Adapun agendanya yaitu mendengarkan lagi, keterangan dari empat orang ahli yang dibawa pemerintah. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER