Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan, perusahaan atau pemberi kerja akan menanggung premi tambahan setiap bulannya jika asuransi bagi pengangguran jadi diterapkan. Namun, lembaga setingkat kementerian ini memastikan program asuransi ini baru sebatas wacana dan belum menjadi prioritas pemerintah.
Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan, konsep asuransi bagi pengangguran yang diwacanakannya berbeda dengan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan.
Menurutnya, JHT merupakan tabungan yang disiapkan pekerja sebagai jaminan jika dia pensiun atau berhenti bekerja. Sedangkan asuransi untuk pengangguran manfaatnya bisa diterima pekerja jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"JHT itu sebenarnya bukan benefit, dia itu sebagai jaminan hari tua, ketika dia pensiun dia akan mendapatkan lum sum untuk terutama persiapan dia dalam pensiun itu ke kehidupan selanjutnya ," ujar Bambang, Kamis (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menilai, program JHT selama ini belum sempurna dalam melindungi hak-hak pekerja. Karenanya, perlu bantalan tambahan bagi pekerja jika sewaktu-waktu terjadi PHK sehingga muncul wacana asuransi bagi pengangguran.
Dengan mengikuti program asuransi pengangguran, kata Bambang, maka pekerja yang terkena PHK bisa langsung mendapatkan manfaat, selain pesangon dari perusahaan, yang bisa dijadikan sebagai modal untuk mencari pekerjaan baru. Klaim yang akan diberikan pun tidak akan sebesar Upah Minimum Regional (UMR) sehingga diyakini tidak akan membebani perusahaan dalam membayar premi bagi setiap pegawainya.
Namun, ia mengatakan program asuransi ini baru sebatas wacana dan belum menjadi prioritas pemerintah. Pasalnya, konsep dan skemanya masih harus dimatangkan lebih lanjut dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
"Nanti saja, kita pokoknya angkat dulu sebagi wacana, kan belum tentu jadi prioritas. Menurut saya yang prioritas adalah penanganan dari BPJS-nya sendiri dulu," katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua, para pekerja yang berhenti bekerja atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa mencairkan JHT sesuai jumlah saldo. JHT tersebut bisa dicairkan bagi pekerja yang meninggal dunia, pekerja yang sudah mencapai usia 56 tahun, atau pekerja yang mengalami cacat tetap.
Dimintakan tanggapan, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Yasril Y. Rasyid mengatakan program asuransi pengangguran lebih baik dikembangkan bersama-sama dengan program Jaringan Pengaman Sosial yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
"Sedangkan bagi perusahaan asuransi komersial, jenis risikonya kurang diminati karena bisa terjadi (PHK) serentak misalnya ada PHK massal," jelas Yasril.
Menurut Yasril, program asuransi pengangguran belum sepatutnya menjadi prioritas pemerintah mengingat saat ini program JHT dan pesangon dinilai masih mampu membantu pengangguran untuk menopang hidupnya.
Pemerintah juga harus mempertimbangkan data pengangguran yang relatif tinggi, serta fakta masih tingginya masyarakat Indonesia yang bekerja dalam sektor informal. Ia memperingatkan agar program yang dasarnya mulia ini justru akan membebani anggaran negara.
"Berdasarkan skala prioritas sebenarnya pada saat ini dirasa belum merupakan suatu prioritas karena sudah ada JHT yang sekarang tidak ada lagi masa tunggu dan pesangon yang dimaksudkan untuk bantalan sebelum mendapatkan pekerjaan," kata Yasril.
(ags)