Bogor, CNN Indonesia -- PT United Tractors Tbk (UNTR) memperkirakan proses
financial closing proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tanjung Jati B unit 5 dan 6 baru terlaksana awal 2017. Target tersebut mundur dari rencana awal yaitu pada Juli 2016 lalu.
Direktur Keuangan United Tractor Iwan Hadiantoro menyatakan, tinggal
financial closing yang memisahkan anak usaha grup Astra dari tahap konstruksi pembangkit 2 x 1.000 Megawatt (MW) tersebut. Pasalnya, tanpa finalisasi pembiayaan maka konstruksi belum bisa dilakukan.
"Konstruksi baru mau jalan awal tahun depan. Karena itu
financial closing kami harapkan awal tahun depan paling lambat bisa dilakukan," ucap Iwan di Bogor, Jumat (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iwan menampik jika ada kendala dalam proses
financial closing ini. Ia menyatakan, mundurnya proses tersebut dari target hanya disebabkan oleh perjanjian hal-hal teknis saja.
"Itu lebih teknis penyelesaian
agreement saja," imbuh dia.
Untuk diketahui, proyek PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 merupakan proyek lanjutan dari PLTU Tanjung Jati 1 hingga 4. PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 ini nantinya akan memiliki kapasitas 2 x 1.000 MW. Di mana total investasi dalam pembangunan proyek tersebut sebesar US$4 miliar.
United Tractor menggandeng Sumitomo Corporation dan Kansai Electric Power Co. Inc dalam menggarap proyek tersebut, dengan kepemilikan saham United Tractor sebesar 25 persen. Sementara, 50 persen digenggam oleh Sumitomo dan Kansai 25 persen.
Adapun, untuk pembiayaannya sendiri akan dipenuhi dari 20 persen ekuitas masing-masing pemegang saham, dan US$3,2 miliar sisanya dari pinjaman perbankan. Proyek ini ditargetkan dapat beroperasi pada 2019 atau paling lambat awal 2020.
Proyek PLTU lainnya, yakni berlokasi di Kalimantan Tengah dengan kapasitas 2 x 15 MW sudah dimulai dengan target penyelesaian tahun depan. Hingga saat ini, kemajuan pembangunan proyek tersebut telah mencapai 70 persen.
Sepanjang tahun ini, laba bersih emiten alat berat tersebut paling banyak masih dikontribusi oleh bisnis batu bara, yaitu 85 persen. Sementara, untuk infrastruktur dan agribisnis hanya menyumbang 15 persen. Namun, perusahaan memiliki rencana untuk menambah kontribusi sektor lain di luar batubara menjadi 40 persen dan sektor batubara menjadi hanya 60 persen.
"Ke depan mau tumbuh juga pada sektor infrastruktur," pungkasnya.