Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai turunnya pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada kuartal III 2016 menjadi 5,02 persen, melemah tipis dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,18 persen disebabkan konsumsi masyarakat yang turun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isakayoga menyatakan, konsumsi masyarakat setiap industri kondisinya tak sama. Misalnya saja untuk sektor properti dan otomotif yang masih melambat. Namun, untuk sektor konsumsi dan barang, serta pariwisata terbilang lebih baik dibandingkan sektor lainnya.
"Ya mungkin turun terkait dengan turunnya daya beli masyarakat, lalu tingkat inflasi kan ya. Lalu untuk sektor itu beda-beda, mungkin ada sektor konsumsi dan barang yang meningkat tapi sektor properti tertahan," ungkap Isakayoga, Senin (7/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, hingga akhir tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung dengan perekonomian global. Di mana perekonomian global saat ini juga dipengaruhi oleh pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) esok hari (8/11). Hasil pilpres tersebut sangat menentukan bagaimana perekonomian dunia ke depannya.
"Kalau akhir tahun sentimennya datang dari global, hasil pilpres AS, lalu bagaimana nanti The Fed memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunganya. Kalau dari dalam negeri sendiri sentimennya kecil, lebih kepada global," papar dia.
Kendati demikian, sentimen dari kebijakan pengampunan pajak sendiri dapat dibilang menjadi sentimen positif bagi Indonesia karena akan ada dana yang masuk lagi pada bulan ini dan Desember. Dengan demikian, pihaknya masih optimis pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik pada akhir tahun dibantu oleh kebijakan amnesti pajak.
"Harusnya akhir tahun bisa baik ya karena ada dana amnesti pajak yang masuk bulan ini dan Desember," terangnya.
Adapun, untuk sektoral sendiri, ia menilai properti dan otomotif masih akan terus melambat hingga akhir 2016 disebabkan masyarakat masih menahan untuk meginvestasikan dananya membeli beberapa barang premium seperti mobil dan properti.
"Mungkin kedua sektor itu masih melambat ya, orang masih tahan untuk beli barang premium," pungkasnya.
(gir/gen)