Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) tak takut ekspor produk makanan dan minuman Indonesia turun pasca kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45.
Sebelumnya, Trump, dalam kampanyenya, cenderung proteksionis terkait perdagangan untuk mengembalikan kedigdayaan AS.
Hal itu tercermin dari keinginan Trump untuk merenegosiasi sejumlah perjanjian dagang AS dengan negara lain. Selain itu, Trump juga ingin menaikkan tarif impor barang dari China sebesar 45 persen dan Meksiko sebesar 35 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini, pengalaman kami, AS berganti-ganti pemerintah tidak terlalu pengaruh terhadap ekspor impor, terutama untuk pangan dan produk pertanian ," tutur Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu(9/11) malam.
Adhi mengungkapkan, AS merupakan salah satu negara tujuan ekspor makanan dan minuman terbesar bagi Indonesia, bersama dengan China, Korea, dan Jepang.
"Amerika merupakan salah satu pasar tradisional makanan olahan," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, tahun lalu ekspor makanan dan minuman ke AS mencapai US$1,14 miliar atau 8,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS, US$13,99 miliar. Realisasi ekspor itu melonjak 14,55 persen dalam empat tahun.
Menurut Adhi, Indonesia dan Amerika Serikat saling membutuhkan. Khusus untuk penyediaan bahan pangan, kata Adhi, AS memiliki keterbatasan.
"Misalnya udang, komoditas sawit, kakao, kopi, teh, mereka (AS) tetap butuh kita," ujarnya.
Selain itu, lanjut Adhi, Trump juga tidak bisa serta merta menaikkan tarif perdagangan karena terikat aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Tidak bisa sembarangan menaikkan tarif impor, kan terikat WTO. Kecuali, untuk barang-barang yang masuk daftar sensitif dan masing-masing negara punya daftar sendiri,"jelasnya.
Sebagai informasi, Trump berhasil mengungguli Clinton dalam pilpres yang digelar pada Selasa, 8 November 2016, waktu setempat. Trump memperoleh 288
electoral votes, memenuhi syarat minimal 270
electoral votes bagi seorang calon presiden AS untuk memenangi pemilu. Sementara, Clinton hanya mampu meraup 215
electoral votes.
(gir/gen)