Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan untuk ke-10 kalinya pada tahun ini, setelah membukukan selisih lebih nilai ekspor dan impor sebesar US$1,21 miliar pada Oktober 2016.
Secara kumulatif, nilai Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) Januari-Oktober 2016 mengalami surplus sebesar US$6,92 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, nilai ekspor Indonesia pada Oktober lalu sebesar US$12,68 miliar atau meningkat 0,88 persen dibandingkan dengan raupan bulan sebelumnya atau
month to month (mtm) yang sebesar US$12,56 miliar. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu atau
year on year (yoy), nilai ekspor Indonesia mengalami kenaikan sebesar 4,6 persen pada Oktober 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun ekspor minyak dan gas (migas) turun sebesar 2,85 persen, katanya, namun kenaikan 1,22 persen ekspor non-migas mampu menumbuhkan kinerja ekspor nasional secara keseluruhan.
Dia menuturkan, ekspor migas pada Oktober 2016 hanya berkontribusi sebesar US$1,03 miliar, sedikit turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$1,06 miliar.
Beruntung ekspor migas mampu menyumbang sebesar US411,65 miliar, lebih baik dari catatan bulan sebelumnya yanga sebesar US$11,51 miliar.
"Untuk ekspor migas, ada penurunan untuk ekspor minyak secara keseluruhan sebesar 34,31 persen dan minyak mentah juga turun. Hanya saja ekspor gas naik," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Selasa (15/11).
Menurutnya, kelompok produk non-migas yang mengalami kenaikan ekspor adalah produk lemak dan minyak hewan nabati, yakni sebesar US$ 287,1 juta. Sementara yang kenaikan paling rendah adalah ekspor biji, kerak, dan abu logam, yakni hanya menyumbang US4158,8 juta.
Dari sisi impor, BPS mencatat kenaikan sebesar 1,55 persen (m-t-m) yakni dari US$11,29 miliar pada September menjadi US$11,47 miliar pada Oktober. Secara year on year, nilai impor sepanjang Oktober tumbuh sebesar 3,27 persen.
Impor pada sektor migas tercatat mengalami penurunan sebesar 13,13 persen dibandingkan dengan capaian September 2016, yakni dari US$1,77 miliar menjadi US$1,53 miliar. Sedangkan impor nonmigas mengalami kenaikan 4,27 persen secara bulanan, dari US$9,53 miliar menjadi US$9,94 miliar.
"Impor yang paling tinggi adalah mesin dan peralatan listrik sebesar USD 80,9 juta. Ini faktornya juga karena impor handphone yang tinggi. Lalu yang turun paling besar adalah serealia sebesar USD 53,8 juta ," tutur Suharyanto.
(ags)