Demi Swasta, Kadin Minta Pemerintah Sekuritisasi Proyek

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 18 Nov 2016 09:38 WIB
Langkah sekuritisasi dimulai dengan valuasi proyek-proyek infrastruktur yang sudah matang agar perusahaan swasta bisa mengelola proyek tersebut.
Langkah sekuritisasi dimulai dengan valuasi proyek-proyek infrastruktur yang sudah matang agar perusahaan swasta bisa mengelola proyek tersebut. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap pemerintah mau melakukan sekuritisasi bagi proyek-proyek pemerintah yang telah dibangun (existing) agar pengusaha bisa mendapatkan jatah proyek infrastruktur pemerintah. Dengan cara ini, diharapkan keterlibatan swasta di pendanaan infrastruktur pemerintah bisa lebih besar lagi.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Konstruksi dan Infrastruktur, Erwin Aksa mengatakan, langkah sekuritisasi dimulai dengan valuasi proyek-proyek infrastruktur yang sudah matang dan kemudian disekuritisasi agar pengusahaan swasta bisa mengelola proyek tersebut.

Untuk itu, swasta perlu membayar sejumlah uang di muka untuk mendapatkan hak pengelolaan proyek infrastruktur itu selama beberapa tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai, sekuritisasi bisa membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki sumber pendanaan yang mumpuni untuk meneruskan proyek infrastruktur lainnya.

"Dengan langkah ini, sebenarnya BUMN tidak perlu mengharapkan duit receh yang butuh waktu lama baru bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Mending, proyek itu diberikan ke pemodal untuk membangun infrastruktur dan anggaran yang lain dipakai untuk membiayai proyek lainnya," ujar Erwin di Rapat Kerja Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Kamis (17/11).

Selain masalah tersebut, sekuritisasi ini dianggap menguntungkan pengusaha karena nilai keekonomian dan imbal balik (return) usahanya sudah bisa diperhitungkan.

Ia mengaku, selama ini pengusaha swasta selalu diminta keikutsertaan di dalam pembangunan infrastruktur, namun aspek keekonomian proyek yang ditawarkan kerap dianggap tidak jelas.

Erwin mengatakan, pengusaha setidaknya membutuhkan tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR) minimal 15 persen sebagai konsiderasi untuk masuk ke dalam sebuah proyek infrastruktur.

"Banyak investor yang mau menanamkan modal di Indonesia untuk bangun infrastruktur. Tapi banknya mana? Proyeknya mana? Jalan yang terbaik adalah mensekuritisasi."

"Swasta ini kan mencari profit, tidak mungkin dia investasi di non-profit, sehingga pemerintah juga harus realitis kalau ingin menawarkan proyek ke swasta," lanjutnya.

Untuk bisa melaksanakan hal tersebut, ia meminta pemerintah segera mengeluarkan payung hukum yang mengatur pelaksanaan sekuritisasi. "Apapun itu bentuknya, mau Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau Keputusan Presiden soal ini," lanjutnya.

Di sisi lain, Ketua Tim Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP‎), Wahyu Utomo tidak setuju jika sekuritisasi ini diimplementasikan. Pasalnya, sekuritisasi dianggap sebagai beli putus aset, sehingga peran BUMN di dalam pengelolaan infrastruktur bisa tergantikan oleh pihak swasta.

Dengan demikian, ada potensi penerimaan BUMN berkurang dan deviden yang disetorkan ke pemerintah juga ikut menurun. Untuk itu, saat ini timnya sedang mengkaji sistem baru bernama Limited Concession Scheme (LCS), di mana investor swasta tetap membayar uang dalam jumlah besar (upfront cash) di awal kerjasama sebagai "pendapatan diterima di muka" bagi BUMN.

Namun, pengelolaan proyeknya bisa dilakukan secara kolaborasi oleh swasta dan BUMN.

"Antara sekuritisasi dan LCS ini sebetulnya tak banyak berbeda. Tetapi, BUMN harus melepaskan hak pengelolaannya ke swasta jika sekuritisasi dijalankan," katanya.

"Sedangkan jika LCS dijalankan, masih ada transfer teknologinya sehingga BUMN bisa belajar kepada mitra swastanya dari segi manajemen. LCS dan sekuritisasi sama-sama dapat cash besar, tapi LCS ada nilai lebih."

Sebagai informasi, pemerintah membutuhkan Rp5.519 triliun hingga 2019 untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Sementara itu, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk infrastruktur hanya Rp300 triliun per tahun atau sekitar Rp 1.500 triliun dalam lima tahun. Angka ini hanya cukup membiayai 27,17 persen dari anggaran infrastruktur. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER