Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyatakan penguatan dolar AS beberapa waktu terakhir terjadi terhadap berbagai mata uang negara di dunia, tak hanya rupiah. Hal ini akibat ekspektasi percepatan laju ekonomi AS saat dipimpin oleh Donald Trump.
"Sampai kapan pelemahannya? Ini kami perkirakan hanya akan sementara, sambil menunggu kabinet ekonomi Trump yang baru diumumkan nanti Januari dan pidato kenegaraan Trump," tutur Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara Mirza di Hotel Shangri-La Surabaya, Kamis (24/11).
Selain itu, lanjut Mirza, pelaku pasar masih menunggu kepastian arah kebijakan perekonomian AS di bawah pemerintahan Trump yang digadang bakal mendorong ekonomi domestik melalui insentif pajak korporasi dan peningkatan utang pemerintah. Jika itu berhasil dilakukan, AS bisa meningkatkan inflasi yang pada akhirnya mendorong Bank Sentral AS mempercepat kenaikan suku bunga acuannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Volatilitas rupiah, lanjut Mirza, juga dipicu antisipasi pasar terhadap hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang akan dilaksanakan pada pertengahan bulan depan. Melalui rapat ini, kepastian kenaikan suku bunga acuan AS bakal ditentukan.
"Jadi sekarang itu pasar masih tertekan, karena mereka masih memakai analisa dasar dari hasil kampanye Trump kemarin," ujarnya.
Lebih lanjut, Mirza meyakinkan bahwa BI akan terus berada di pasar untuk menstabilkan rupiah agar mencerminkan nilai fundamentalnya. Hari ini, BI telah melakukan berbagai langkah mulai dari berada di pasar valuta asing, lelang beli Surat Berharga Negara, dan lelang untuk menambah likuiditas di pasar swap.
"Jadi Bank Indonesia hari ini hadir di tiga pasar dalam rangka stabilisasi kurs rupiah," ujarnya.
Sebagai informasi, hari ini rupiah kembali mengalami tekanan dengan ditutup melemah ke Rp13.558 per dolar AS, atau turun 68 poin (0,50 persen), setelah bergerak di kisaran Rp13.508-Rp13.586.
(gir)