Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung rencana penerapan perhitungan rata-rata Giro Wajib Minimum Primer (
GWM Averaging) per periode. Menurut OJK, hal ini diperlukan untuk memperlonggar kecukupan dana tersedia atau likuiditas di industri perbankan.
"Kami juga ingin lihat efektivitasnya dari inovasi ini," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad usai menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, mengutip Antara, Selasa (23/11) malam.
Tak cuma OJK, kalangan bankir juga menilai pelonggaran dari kewajiban GWM tersebut akan menambah alternatif sumber pendanaan bank untuk ekspansi kreditnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, dengan perhitungan GWM yang bukan setiap hari, bank akan mendapat beban biaya lebih murah dalam memperoleh likuiditas, karena tidak perlu membayar bunga dari pinjaman di Pasar Uang Antara Bank (PUAB).
"Jadi, bisa pakai cadangan GWM sendiri, daripada pinjam di pasar. Kalau di pasar, bunganya akan lebih mahal," kata dia.
Kebijakan
GWM Averaging tersebut direncanakan BI akan berlaku pada semester kedua 2017. Dengan
GWM Averaging, BI akan menghitung dana milik bank yang diwajibkan untuk disimpan di giro Bank Indonesia secara rata-rata per periode.
Gubernur BI Agus Martowardojo menerangkan, periode
GWM Averaging bisa berkisar antara dua pekan hingga tiga pekan. Saat ini, ketika
GWM Averaging belum berlaku, bank sentral menghitung dana milik bank yang disimpan di giro BI per harinya, bukan per periode.
Misalkan, saat ini, rasio GWM Primer atau yang diartikan sebagai simpanan minimum bank dalam rupiah atau valas di BI sebesar 6,5 persen. Setiap waktu, bank harus menaruh 6,5 persen dari total Dana Pihak Ketiga bank di giro BI.
BI memperkirakan, dengan likuiditas yang lebih baik pada 2017, dan pemulihan kondisi ekonomi, pertumbuhan kredit bank dapat tumbuh 10-12 persen. Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) bank diproyeksi meningkat 9-11 persen.
(bir)